Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa
pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).
Kamis, 29 Oktober 2009
Sejarah Islam Di Indonesia
Sabtu, 26 September 2009
Mutiara Kata
"...pabila cinta memanggilmu... ikutilah dia walau jalannya berliku-liku... Dan, pabila sayapnya merangkummu... pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu..." (Kahlil Gibran)
"...kuhancurkan tulang-tulangku, tetapi aku tidak membuangnya sampai aku mendengar suara cinta memanggilku dan melihat jiwaku siap untuk berpetualang" (Kahlil Gibran)
"Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena
alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun jiwa tetap ada di tangan cinta... terus hidup... sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan..." (Kahlil Gibran)
"Jangan menangis, Kekasihku... Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah... kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan" (Kahlil Gibran)
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..." (Kahlil Gibran)
"Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini... pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang" (Kahlil Gibran)
"Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai... Dan, apa yang kucintai kini... akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai... dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya" (Kahlil Gibran)
"Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku... sebengis kematian... Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara..., di dalam pikiran malam. Hari ini... aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan... sekecup ciuman" (Kahlil Gibran)
Selasa, 16 Juni 2009
Bermuda Triangle
Sebenarnya tempat misteri ini tak benar bila dikatakan segitiga, sebab batas-batas dari petunjuk kapal-kapal atau pesawat terbang yang hilang lebih dari bentuk segitiga itu. Segitiga itupun hanya merupakan imajinasi saja. Bila kita ambil peta, kita buka di bagian Amerika Tengah, di sana terdapat banyak kepulauan Hindia Barat. Untuk mengetahui bagaimana bentuk dari Segitiga Bermuda itu, kita tarik garis dari kota Miami ke kota San Juan di Puerto Rico; dari San Juan ke pulau Bermuda; dan kembali ke Miami di daerah Florida, Amerika. Meskipun sebenarnya misteri Segitiga Bermuda ini “milik” orang Amerika, tak apalah kita turut memperbincangkannya. Sebenarnya tempat semacam ini
ada pula di tempat lain, juga di Amerika, yaitu di sebuah danau
yang bernama Ontario, bahkan lebih “mengerikan” dari Segitiga Bermuda.
Dari berbagai kesimpulan, jarum kompas dan peralatan pesawat yang akan hilang selalu mendapat gangguan dan mereka seperti tak melihat air dan dari gejalan ini disimpulkan, di dasar laut sana tentu terdapat sebuah medan magnetik yang kuat sekali, yang sanggup mengganggu kompas atau menarik kapal itu sampai ke dasar laut yang dalam.
Tak cukup bila saya menguraikan seluruh peristiwa, dan itu juga tak menjurus pada masalah penyelesaian. Tetapi mengenai peristiwa bentuk gaib di Segitiga bermuda ini dapat dikemukakan dan mungkin teori-teori yang banyak mengenai Segitiga Bermuda. Mungkin di udara terdapat semacam gangguan atmosfir yang berupa “lubang di langit”. Ke lubang itulah pesawat terbang masuk tanpa sanggup untuk keluar lagi. Dari misteri "Lubang di Langit" ini membentuk sebuah teori tentang adanya semacam perhubungan antara dunia dengan dimensi lain. lubang di Langit itu dianggap semacam alat transportasi seperti tampak di film Star Trek. Ataukah bentuk Lubang di Langit itu UFO? Orang sering menghubungkan hilangnya pesawat kita dengan munculnya UFO. Lantas, apakah hilangnya mereka itu karena diculik oleh UFO? Malah hasilnya hanya mendapat pertanyaan tanpa jawaban.
Ada tempat di Segitiga Bermuda yang disebut Tongue of the Ocean atau “Lidah Lautan”. Lidah Lautan mempunyai jurang bawah laut (canyon) Bahama. Ada beberapa peristiwa kecelakaan di sana. Tidak banyak yang belum diketahui tentang Segitiga Bermuda, sehingga orang menghubungkan misteri Segitiga Bermuda ini dengan misteri lainnya. Misalnya saja misteri Naga Laut yang pernah muncul di Tanjung Ann, Massachussets AS, pada bulan Agustus 1917. Mungkinkah naga laut ini banyak meminta korban itu? Ataukah arus Cromwell di Lautan Pasifik yang menyebabkan adanya gelombang lautan disitu atau angin topan, gempa bumi di dasar lautan? Tak ada orang yang tahu.
Konon di sekitar kepulauan Bahama terdapat blue hole, yaitu semacam gua lautan. Dulu gua ini memang sungguh ada, tetapi setelah jaman es berlalu, gua ini terendam. Arus didalamnya sangat kuat dan sering membuat pusaran yang berdaya hisap. banyak kapal-kapal kecil atau manusia yang terhisap ke dalam blue hole itu tanpa daya, dan anehnya kapal-kapal kecil yang terhisap itu akan muncul kembali ke permukaan laut selang beberapa lama. Tapi yang menimbulkan pertanyaan ialah: Mungkinkah Blue Hole ini sanggup menelan kapal raksasa ke dasar lautan?
Misteri lain yang masih belum terungkap adalah misteri Makhluk Laut Sargasso, yang bukan semata-mata khayalan. Di Lautan Sargasso itu banyak kapal yang tak pernah sampai ke tujuannya dan terkubur di dasar laut itu. Di sana terhimpun kapal-kapal dari berbagai jaman, harta karun, mayat tulang belulang manusia. Luas Laut Misteri Sargasso ini 3650 km untuk panjang dan lebarnya 1825 km, dan di sekelilingnya mengalir arus yang kuat sekali, sehingga membentuk pusaran yang sangat luas yang berputar perlahan-lahan searah jarum jam. Didasar lautnya terdapat pegunungan yang banyak dan mempunyai tebing dan ngarai yang terjal.
Segitiga Bermuda memang menarik, sekaligus menakutkan. Konon perairan Karibia merupakan tempat yang banyak menyimpan keanehan-keanehan, seperti cahaya-cahaya yang tak jelas asalnya, bayangan-bayangan yang menakutkan, yang keluar masuk permukaan laut, bentuknya tak jelas tapi lebih besar dari ikan paus. Bentuknya seperti ubur-ubur raksasa dengan warna kulit keputihan dan pernah dilihat oleh dua orang (jadi bukan halusinasi).
“Ubur-ubur raksasa” itu seperti mampu mengganggu jarum kompas dan menyerap energi fisik. Mungkin “ubur-ubur raksasa” itu bukan binatang, melainkan pangkalan UFO yang dapat keluar masuk dari dalam laut. Keanehan lain di dekat pulau Puerto Rico, tampak suatu pancaran air raksasa yang membentuk cendawan atau kembang kol. Laut di tempat itu mempunyai kedalaman sampai 10 km. Kejadian ini sempat dilihat oleh awak pesawat Boeing 707 pada tanggal 11 April 1963. Menurut mereka cendawan air itu mempunyai garis tengah selebar 900-1800 meter dengan ketinggian separuhnya. Mungkin itu hanya percobaan nuklir dari negara Amerika atau lainnya? Tapi pihak Amerika tidak membenarkannnya, sebab tak mungkin mencoba bom di jalur penerbangan. Mungkin ledakan itu berasal dari kapal selam nuklir Thresher yang hilang sehari sebelumnya, tapi lokasi hilangnya kapal selam itu ribuan km dari sana.
Ada sebuah tempat di perairan Boca Raton, yang di sana terdapat sebuah pipa bergaris tengah 20 cm. Jelas bukan milik Amerika (untuk lebih lanjut: Orang Bumi). Peristiwa ini dilihat oleh suami istri Lloyd Wingfields. Mereka melihat sebuah tiang asap disana, dan ketika didekati oleh mereka, tampak sebuah pipa yang muncul dari dasar laut yang merupakan sumber keluarnya asap itu. Asap itu sendiri tak mengeluarkan bau dan berwarna kekuning-kuningan. Mungkinkah pipa itu tertancap dari sumber api di dasar laut? Pangkalan UFO di dasar lautkah yang menyebabkannya?
Lagipula kedalaman laut itu cukup dalam, sehingga mereka tak berani menyelam untuk melihat lebih lanjut, juga mereka melihat (sesudahnya) sebuah helikopter yang mengalami kerusakan mesin dan berusaha mendarat darurat di laut.
Melihat kenyataan-kenyataan yang ada dan bukti yang dpat dipertahankan itu, timbullah berbagai macam bentuk teori yang mungkin berbeda satu sama lain. Teori-teori yang pernah dikemukakan untuk membuka misteri hilangnya kapal itu, antara lain:
1. Adanya bahaya alam/gempa yang dapat menarik kapal tersedot.
2. Adanya bermacam-macam arus yang berkumpul di daerah Segitiga Bermuda itu, sehingga mungkin saja arus bawah tiba-tiba berubah ke permukaan dan menyebabkan pusaran air.
3. Ditemukan Blue Hole, tapi masih diragukan, karena kapal yang besar seperti tanker/kapal induk tak mungkin mampu disedot oleh Blue Hole.
4. Terjadi gempa yang menyebabkan tanah retak besar dan air membentuk pusaran dan menyedot kedalamnya.
5. Adanya puting beliung atau pusaran angin yang dapat menyebabkan hancurnya sebuah pesawat terbang karena dihempaskan.
Ulasan lain, di daerah Kutub Selatan ada sebuah lubang besar yang menghubungkan dunia luar dengan dunia lain (entah benar atau tidak). Pernah ada orang bernama Admiral Bryd, melihat dari kapal terbang ke Barat di kutub selatan sebelah darat menghijau dengan danau yang tak membeku dan binatang liar mirip bison dan melihat seperti manusia-manusia purba. Sebagai ilmuwan Bryd melaporkan pristiwa itu, tapi tak ada yang mempercayainya.
Pernahkah anda mendengar kisah alien abduction yang dialami oleh Herbert Schirmer yang mempunyai pangkalan di lepas pantai Florida (Segitiga Bermuda) dan salah satu kutub bumi? Mungkin tempat itu merupakan pangkalan UFO yang bertujuan kurang baik?
Kitapun mempunyai hal yang sama seperti Segitiga Bermuda, yaitu kisah misteri Nyai Roro Kidul, sayangnya hal itu tak pernah diselidiki secara ilmiah. Apakah di sana juga terdapat pangkalan UFO? Laut Selatan dipercaya orang sebagai tempat tinggal jin. Sebuah buku karangan Muhammad Isa Dawud yang berjudul "Dialog dengan Jin Muslim" mengemukakan bahwa segitiga bermuda merupakan kawasan hunian para jin (halaman 83-96).
Apakah pesawat dan kapal yang hilang di segitiga bermuda "ditransfer" ke dimensi lain? Adakah hubungan segitiga bermuda dengan Atlantis? Adakah hubungan dengan "chupacabra" yang dijumpai di Puerto Rico (dekat Segitiga Bermuda)? Dan yang unik adalah, segitiga bermuda cukup dekat dengan peluncuran roket NASA (Florida)?
Selasa, 09 Juni 2009
Urgensi Penyebaran Dan Pemerataan Distribusi Pendapatan Dalam Tinjauan Islam
maka yang berbicara atau tools yang digunakan oleh negara dalam hal ini tentunya kebijakan fiskal. Jika dalam pandangan barat atau sistem konvensional yang sarat dengan cara berlogika yang materialistik maka Pencerahan yang dibawa oleh Islam memberikan warna baru yang menghapus sistematika kezhaliman konvensioanl yang materialist .dikenal mulai dari masa-masa kejayaan Islam kemudian dirangkum dengan apik nan lengkap oleh para ulama –ulama Islam yang tak hanya kepakaran dalam satu masalah tertentu namun juga hampir segala bidang dapat dikuasai .Maka tak heran bila kitab Al Ahkam As Sulthaniyah yang banyak orang memandangnya sebagai kitab yang banyak berbicara tentang tata negara dan kepemerintahan ternyata dilengkapi pula pandangan Imam Al Mawardi yang berbicara mengenai cara-cara pendistribusian kekayaan melalui zakat , warisan , dan jizyah .
Sungguh , Al Qur’an bagaimanapun yang
berada di tengah-tengah kita memberikan petunjuk yang terbaik mengapa dan bagaimana distribusi kekayaan perlu dilakukan secara merata dan tak dikangkangi oleh segelintir spekulan yang menarik untuk atas kenaikan harga barang-barang vital bagi masyarakat .
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(At Taubah :103)
Maka Zakat dari mulai era Rasulullah SAW dengan kebijakan pembagian zakat yang dibayarkan kepada seluruh kalangan sahabat Rasulullah SAW begitu juga Abu Bakar bahkan begitu tegas dan posisi Umar Ibn Khattab yang berada sebagai kebalika dari Abu Bakar .Dan terjadilah fragmen dari keseluruhan gambaran indah keseriusan Abu Bakar mencegah dera kezhaliman yang lebih besar .Dibentuknya oleh beliau sebelas pasukan yang masing-masing dipimpin oleh pahlawan-pahlawan islam kenamaan mulai dari Khalid Ibn Walid hingga Syurahbil Ibn Hasan untuk melakukan pemerangan terhadap mereka yang menolak membayar zakat .kemudian Baitul Mal Wa Tamwil pun mengalami banyak perkembangan dari tadinya hanya berfungsi menyimpan harta ummat hingga berfungsi sebagai institusi penyimpanan dan pengalokasian harta kekayaan negara hingga perkembangannya semakin berarti di era khalifah Umar Ibn Khattab .Ketika Baitul Maal Wa Tamwil mulai dibentuk diwan-diwannya, kemudian Umar mengangkat penulisnya,menetapkan gaji-gaji yang diambil dari Baitul Maal serta membangun angkatan perang.
Mudahnya bila mulai bicara urusan kekayaan maka logika yang dikenakan selama ini oleh banyak orang dalam payung perekonomian berasaskan riba dan eksploitasi terhadap kekayaan alam serta manusia maka Islam memberikan logika yang sepintas terlihat terbalik bahkan kontras dari yang selama ini jamak dianut . kerana sebaik-baik harta adalah harta yang berada dalam genggaman orang shalih .orang shalih yang bila berniaga maka hartanya takkan membuat ia jera atau keringat dingin mengalami defisit sebaliknya ia gunakan rumus kekayaan dan keyakinan bahwa seberapa pun besar harta yang ia infaqkan sama sekali Allah tidak pernah membutuhkannya
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.( Surah Al Baqarah :261)
Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Ayat di atas begitu agung dan tegas ketika berbicara tentang kekayaan Allah Yang Maha Tak Terbatas maka ketika hambaNya mengeluarkan harta yang ia infaqkan untuk kepentingan di jalan Allah maka di saat yang tak terduga –duga balasan yang diberikan Allah jauh melebihi seluruh harta yang pernah menginfakkkannya maka ini merupak suatu rumus kekayaan bagaimana seorang hamba mensucikan pendapatan yang diperoleh selama ini melalui banyak perniagaan yang digerakkann secara halal di track yang tepat dan kesempatan yang istimewa untuk leluasa belajar rendah hati dan bersyukur dan menikmati berbagi dengan sesama yang memiliki hak dibalik harta yang selama ini kita kumpulkan
Yang menjadi pertanyaan apakah selama ini distribusi kekayaan hanya berbicara mengenai zakat dan baitul mal ? bila dijawab secara santun maka yang paling tepat sekaligus simple adalah mereka lebih daripada sekedar itu semua dan dengan mempelajari urgensi distribusi kekayaan maka dengan mudah kita di saat yang sama tengah meneropong sistem keuangan islam yang telah begitu lama diaplikasikan dalam pentas peradaban khulafa rasyidin yang menjadi teladan terbesar sebuah di zamannya mengungguli kedigdayaan romawi dan persia .
Perangkat-perangkat penyebaran dan pemerataan distribusi kekayaan
Dr Saad Marthon dalam “Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global” begitu apik membedah dan merinci perangkat apa saja yang diperlukan dalam membangun kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan distribusi kekayaan dalam sistem keuangan ekonomi islam .Berlandaskan pada sebuah petunjuk dari Al Qura’an
supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu (Surah Al Hasyr :59)
Maka kebijakan fiskal adalah salah satu mekanisme untuk menciptakan distribusi ekonomi yang adil , sedang sehebat apapun teori yang diajukan oleh perekonomian konvensional takkan menyelesaikan masalah tanpa adanya syariah islam yang diterapkan secara penuh komitmen dan kafaah
• Zakat
Ia merupakan instrumen dalam mensucikan harta dengan membayarkan hak orang lain ,dan juga instrumen yang begitu ampuh ketika ia diterapkan secara aplikatif dan benar baik dari segi operasional maupun kesungguhan mampu menekan angka kemiskinan .
Masih terngiang dalam benak kita yang mungkin sering dibacakan atau pun diceritakan tentang khalifah Umar Ibn Abdul Aziz yang memerintahkan para petugas /amil berkeliling hingga ke pelosok Afrika ,dan belum melihat potensi zakat yang terkandung begitu menggembirakan .Harian Republika mencatat potensi zakat di Indonesia yang mampu mencapai angka 90 trilyun .Hanya saja diperlukan tangan-tangan akademisi yang terampil mengelola potensi tersebut untuk kesejahteraan ummat islam .
• Jizyah
Ia merupakan manifestasi dari kata ‘Jazza’ yang berarti balasan , yaitu harta yang diwajibkan kepada non muslim yang masuk dalam sebuah kenegaraan islam dan hidup di dalamnya .kebanyakan kalangan orientalist begitu kabur memandang jizyah yang ditetapkan oleh suatu pemerintahan islam kepada kalangan di luar islam yang hidup di bawah pemerintahan islam .Yusuf Ibrahim seperti yang dikutip oleh Dr Said Saad Marthon menegaskan bahwa pengenaan jizyah kepada non mslim adalah sebagai pembanding atas zakat yang telah dibayarkan oleh kaum muslimin .dan sama sekali disini tak ada maksud sebagai “uang palak “ yang selama ini dipahami oleh para orientalist dalam memandan suatu pemerintahan islam beserta segala kebijakan yang telah dibuatnya namun ia berfungsi sebagai penyeimbang dan menciptakan stabilitas keamanan yang didapatkan .Selain itu jizyah ditetapka tergantung keadaan ekonomi masing-masing dan besarnya tergantung kebijakan pemerintahan yang ada
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk ( At Taubah :29)
• Kharaj
Selain adanya jizyah dan zakat namun bukan berarti dalam islam pajak telah ditiadakan . salah satu sumbangan penting yang diberikan oleh dunia islama kepada perkembangan dunia ekonomi pada umumnya adalah Kharaj .Dr Said Saad Marthon dalam “Ekonomi Islam , di tengah krisis ekonomi global “ menjelaskan bahwa secara bahasa , kharaj berarti menyewa , upah . sedangkan dari makna tersebut Al Qura’an melukiskan sebagaimana yang tertera dalam ayat berikut
Atau kamu meminta upah kepada mereka?", maka upah dari Tuhanmu[1012] adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezki Yang Paling Baik.(Surah Al Mukminun :72)
Kata kharjan dalam ayat di atas diterjemahkan sebagai “upah” dan mufassir menafsirkan upah yang dimaksud adalah rezeki sebagai anugrah dari Allah Ta’ala di dunia dan simpanan pahala yang kelak diperoleh di akhirat.
Terdapat dua cara dalam mengumpulkan harta kharaj, yaitu:
1. Kharaj nisbi, yaitu harta kharaj yang di hasilkan dari setiap panen, dengan besar jumlah yang beragam ( 1/4, 1/3, dan jumlah lainya )
2. Kharaj tsabit, kharaj yang telah ditetapkan atas tanah yang ada dengan besaran tertentu, biasanya berupa uang.
Ada beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai sandaran dalam menentukan sandaran kharaj, yaitu:
a. Produktivitas lahan
b. Jenis tanaman
c. Bentuk dan tempat keberadaan irigasi
• Usr
Usr merupakan penghasilan negara yang didapatkan dari biaya-biaya perdagangan bagi setiap orang yang melakukan transaksi di wilayah kekuasaan islam. dewasa ini, biaya tersebut terkenal dengan biaya ekspor-impor ataupun bea cukai. konsep tersebut pertama kali dilakukan oleh umar bin khatab ra,
Seperti yang diceritakan oleh al-Qadli abu yusuf, pada saat itu, kaum musyrik menulis surat kepada umar bin khatab untuk memberikan izin kepada mereka berdagang di wilayah kekuasaan islam. Kemudian umar bin khatab menyetujui hal tersebut dengan mewajibkan Usr di dalamnya. Diriwayatkan, abu musa al-asy’ari menulis surat kepada umar bin khatab ra; “sesungguhnya kaum muslimin datang diwilayah musuh, kemudian mereka diwajibkan membayar Usr.umar bin khatab menuliskan jawaban;”ambilah seperti apa yang telah mereka ambil dari kaum muslimin, ambilah dari ahli dzimmi setengah Usr, dari orang islam setiap 40 dirham satu dirham,...”( al-Qadli abu yusuf,ibid)
• shadaQah dan infaQ
kalau berbicara masalah sedekah , ada sebuah pengalaman yang menarik yang didapat oleh seorang sahabat saya pada saat mendatangi sebuah event baznas . Ketika sedekah merupakan di jalan luar logika umum kebanyakan manusia .mereka yang berpijak pada sejumlah teori materialistik .saat sedekah seperti yang dilukiskan oleh Al Qura’an
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah : 261)
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. ( Al Baqarah : 245)
Tiada yang lebih indah dari atas segala penjelasan ayat ini , rangkaian ayat yang berbicara dan mendorong orang-orang beriman tuk segera membelanjakan harta yang telah dikumpulkan selama ini tuk diinfakkan di jalan Allah .Kerana tatkala seseorang lebih memilih untuk menyimpan hartanya lalu enggan menahan tangan tuk segera bersedekah maka yang terjadi , seperti yang dikatakan oleh Afzhalurrahman, kesenjangan kelas sosial antara mereka yang berkecukupan dengan mereka yang hidup kekurangan ,dan dengan bahasa yang mudah kita menolak diri kita sendiri akan pilihan hidup menuju kebahagiaan .
Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. (Surah Al Insan :11)
Sebaliknya bagi mereka yang menolak untuk bersedekah atau menginfakkan harta di jalan Allah digambarkan dalam Qura’an
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Surah Al Jatsiyah :23)
Urgensi penyebaran serta pemerataan distribusi kekayaan
Maka ia terletak pada nilai-nilai naluri yang bersifat fitrah itu sendiri .bahwa dalam pendistribusian kekayaan yang bemain dalam tataran lebih luas terutama dalam siklus kehidupan perekonomian dan iklim demokrasi yang kondusif adalah kebebasan dan nilai-nilai keadilan yang menjadi indikator menuju tercapainya maqashid syariah itu sendiri, seperti yang dirumuskan oleh Imam Ghazali, pada skala dharuri maqashid syariah terbagi menjadi bagaimana terjaganya agama, terjaganya jiwa, terjaganya akal, lalu terjaganya harta serta keturunan .
Syaikh Dr Yusuf AlQaradhawi menegaskan dalam “Peran dan Nilai Moral Perekonomian Islam “ menegaskan sebelum beranjak pada tataran yang lebih besar ,Islam memberikan keyword untuk menjawab semua permasalahan distribusi kekayaan yang diakibatan kebobrokan oleh semua ideologi dan sistem perekonomian dunia yang berdasarkan pada konsep akal manusia yang terbatas dan sesaat lalu tak mampu dihindarkan sebenarnya nafsu syahwat yang terpedaya oleh persepsi dunia yang fatamorgana .
Keyword tersebut adalah tegaknya nilai-nilai kebebasan yang berlandaskan pada sumber yang Haq dan bersumber dari Al Haq lalu dari sana hanyalah keadilan sebagai salah satu indikator negeri yang siap menyambut kesejahteraan bersama syariah islam .Dalam nilai kebebasan yang mereferensikan pada poin-poin Islam ,kesemuanya bersumber dari keyakinan akan lurusnya manhaj Rabbani .Sebagaimana karakteristik dari Islam itu sendiri Rabbaniyah atau secara tegas hanya mengambil hukum dan rujukan pada Qura’an dan Sunnah
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah." Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku." Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.
(Surah Az Zummar : 38 )
Dan keyakinan pada manusia bahwa ia fitrahnya secara naluri mencintai kebebasan dalam berusaha mencari rezeki sekaligus mencintai kebebasannya dirinya bergerak mengeksplor kekayaan alam atau pun nafkah pada diri dan keluarga .Namun permasalahan besar yang dialami oleh suasana kehidupan dunia global yang bersumber dari sekian deret nafsu syahwat yang dipompa sekencang mungkin untuk merealisasikan nilai-nilai kepuasan dari segudang keinginan manusia yang tak terbatas dan disinilah Islam memberikan jawaban melalui konsep pendistribusian kekayaan yang selalu relevan dan fleksibel untuk tiap zaman yang kian complicated maka ia kan bertambah rumit dan kompleks ketika manusia tak mengembalikan permasalahan hidupnya pada Yang Menciptakann Kehidupan dan Yang Maha Hidup
dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. (Surah An Nahl:13)
Prinsip-prinsip pengelolaan lembaga distribusi kekayaan (BMT)
Berdasarkan yang saya dapatkan pada sebuah situs www.khilafah1924.org tentang pembahasan yang sangat komprehensif dan ringkas akan salah satu lembaga yang mengelola pendistribusian kekayaan yang dalam hal ini adalah Baitul Maal , Syaikh Taqiyuddin An Nabhani seorang ulama islam yang telah mendedikasikan keseluruhan hidupnya untuk da’wah dan berhasil memberikan kritik-kritik telak pada sistem konvensional barat seperti, yang dikutip oleh situs tersebut, memberikan sejumlah prinsip dasar dalam hal pengelolaan Baitul Maal
• Harta yang paling memiliki kas khusus dalam Baitul Maal adalah harta zakat yang dibayarkan kepada delapan ashnaf penerima zakat seperti yang disebutkan oleh Al Qura’an .Hak kepemilikan harta tersebut ditentukan oleh keberadaan harta itu dalam Baitul Maal ,jika harta yang dimaksud tidak terdapat dalam Baitul Maal maka pembayaran harta zakat terhadap penerima harta zakat tersebut dibatalkan dan tidak dapat dicarikan oeh yang lain
• Harta yang diberikan untuk mencegah kekurangan.Seperti infaq yang diberikan kepada fakir miskin dan juga diberikan kepada ibnu sabil .pemberian harta Baitul Maal terhadap kategori ini tidak didasarkan atas keberadaan harta tersebut dalam Baitul Maal namun bersifat tetap yang bila ia memang telah ada maka wajib dibayarkan saat itu juga sedang bila seandainya harta yang dimaksud mengalami kekosongan maka Negara dapat mencarikan pinjaman untuk bisa dibagikan saat itu juga
• Harta yang diberikan sebagai pengganti kompensasi (badal/ujrah) ia seperti halnya gaji untuk menggaji para kaatib di masa Umar Ibn Khattab ataupun menggaji pegawai negeri ,hakim, dan tenaga yang edukatif lainnya sifat dan ketetapannya hampir sama dengan yang teah dijelaskan pada poin sebelumnya yakni ia bersifat tetap dan tidak ditentukan oleh keberadaan harta tersebut dalam Baitul Maal
• Harta yang diberikan dan digunakan untuk kepentingan umum atau publik service seperti pembangunan rumah sakit, jalan raya, masjid-masjid,sekolah –sekolah , dll sifat pemberianya tidak didasarkan kepada keberadaan harta tersebut dalam Baitul Maal namun tetap akan dibayarkan untuk membangun gedung-gedung atau tempat-tempat yang berfungsi memberikan manfaat kepada umum atau orang banyak
• Harta yang diberikan Baitul Mal karena adanya kemaslahatan dan kemanfaatan, bukan sebagai pengganti/kompensasi (badal/ujrah). Hanya saja, umat tidak sampai tertimpa penderitaan/mudharat karena tidak adanya pemberian tersebut. Misalnya pembuatan jalan kedua/alternatif setelah ada jalan yang lain, atau membuka rumah sakit baru sementara dengan adanya rumah sakit yang lain sudah cukup, atau membuka jalan yang dekat, sementara orang-orang bisa menemukan jalan lain yang jauh, ataupun yang lainnya
Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.
(Surah Faathir :27)
Saat –saat inilah yang membuat mengapa para mualaff sejati , merindui cita rasa sebuah agama yang ramah dengan lingkungan dan memotivasi pemeluk agamanya mennginfakkan sebagian rezeki yang diberikan oleh Tuhan mereka untuk kepentingan di jalan Allah yang disana mengundang kemaslahatan untuk orang banyak . Saat seperti ini sentuhan proses perekonomian dalam hal distribusi bersentuhan dengan dimensi spritual bukan lagi semata pada profit yang didapatkan beserta bunganya .Dimensi spritual yang memberikan deburan kuat dalam tiap dada manusia yang bersih dan semuanya mengangguk tatkala menyaksikan keagungan sistem ekonomi islam dalam hal distribusi pada konteks ini dengan anggukan universal.
“Itulah yang diperbuat keimanan .Membuka mata dan hati ,menumbuhkan kepekaan .Menyirat kejelitaan ,keserasian, dan kesempurnaan, .....Iman adalah persepsi baru terhadap alam ,apresiasi baru terhadap keindahan , dan kehidupan di muka bumi , di atas pentas ciptaan Allah , sepanjang siang dan malam “ ( Sayyid Quthb )
Rabu, 28 Januari 2009
Pendidikan Seksual Pada Remaja
Kehidupan yang semakin modern membawa dunia remaja turut larut di dalamnya. Masa-masa pencarian jati diri yang kerap memunculkan rasa keingintahuan dan rasa ingin meniru begitu dalam terhadap sesuatu sehingga timbul perilaku-perilaku unik sekaligus aneh pada diri kaum remaja. Persoalan percintaan yang sering mengarah pada seks bebas, keputusasaan karena ditinggal pacar, transaksi cinta, melawan orang tua yang katanya “demi cinta”, aborsi. Kemudian, persoalan pergaulan tidak luput dari narkoba, dugem, bergaya hidup mewah, serta persoalan fashion yang identik dengan tren pakaian-pakaian mini, ketat, aksesori-aksesori nan mahal, ponsel canggih, make up berlebihan adalah gambaran sebagian remaja saat ini.
Tidak heran bila kebanyakan remaja saat ini berlomba-lomba meniru gaya hidup para artis. Mereka rela berkorban baik tenaga ataupun materi sekalipun. Para selebritis lebih mereka kenal dari pada Nabi Muhammad Saw sebagai teladan umat, mereka lebih menyukai musik-musik Barat daripada mendengarkan dan membaca ayat-ayat Al-Quran. Remaja sering digambarkan sebagai usia dimana manusia dapat ditolerir untuk melakukan banyak pelanggaran terhadap norma baku masyarakat. Yang akhirnya tanpa pikir panjang mereka bebas mencoba hal-hal yang cenderung negatif itu. Apalagi, tersedia fasilitas yang mendukung kearah sana. Dengan adanya kebebasan pers, media massa dengan bebasnya menerbitkan berita-berita yang dapat memberi rangsangan negatif bagi perilaku remaja saat ini. Media-media porno dengan bebasnya tersebar dimana-mana. Televisi merupakan media yang memberikan akses yang besar terhadap perilaku remaja.
Menurut Asisten Sosial Ekonomi Pemerintah Kota Bogor, H. Indra M Rusli, “Masalah–masalah yang saat ini berkembang di kalangan remaja di antaranya, penyebaran narkoba, penyebaran penyakit kelamin, kehamilan dini, serta ancaman HIV-AIDS. Yang juga mencemaskan, 20 % remaja kita ternyata sudah begitu akrab dengan rokok yang merupakan pintu masuk bagi narkoba.”
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bogor pengguna Narkoba Suntik diperkirakan sudah mencapai 1.460 orang. Demikian pula kenyataan yang terdapat pada lembaga-lembaga berwajib, sepanjang tahun 2005 ini diketahui telah mengatasi dan menyelesaikan secara hukum 149 kasus penyalagunaan narkoba, yang terdiri atas 97 kasus narkotika dan 52 kasus psikotropika. Jumlah kasus tersebut, mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun sebelumnya karena pada tahun 2004, jumlah kasus tersebut hanya mencapai 73 kasus. Sampai Maret 2007 tercatat 911 orang pengguna narkoba yang terkontaminasi HIV/AIDS dan korban yang meninggal mencapai 24 orang diantaranya terdapat balita.
Sebagian besar korban penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif) tersebut adalah para remaja yang berusia sekitar 15-25 tahun, dengan berbagai macam faktor pendorongnya dimulai dari coba-coba, karena solidaritas terhadap teman, sebagai pencarian identitas diri, atau pun sebagai bentuk pelarian diri dari masalah yang dihadapi.
Survai “Center For Human Resources Studies And Development” Fisip Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, menyebutkan bahwa sebanyak 56,6 persen remaja pria usia 15-19 tahun mengaku pernah menonton film porno dan 18,4 persen remaja putri mengaku pernah membaca buku porno. Yang lebih menyedihkan lagi adalah dari survai “Yayasan Kita” dan “Buah Hati”, dimana dari 1.705 responden di Jabodetabek (Jakarta Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi) menyebutkan, pada tahun 2005 lebih dari 80 persen anak berusia 9-12 tahun telah mengakses hal-hal yang berbau pornografi. “Data itu menunjukkan sebagian besar anak atau sekitar 35 persen mendapatkan materi pornografi di rental VCD dan internet, 25 persen dari rumah sendiri dan 22 persen dari rumah teman.”
Berkaitan dengan minat kegiatan remaja, bahwa mereka lebih senang hadir di konser-konser musik, modern dance (MD), pertandingan basket dan sepakbola, nge-net atau nge-game ketimbang hadir di rumah-rumah Allah atau majelis-majelis ilmu. Mereka lebih senang hadir di tempat-tempat dimana mereka dapat cari pasangan dan pacaran, ngegosip, ngerokok, minum-minuman keras, tawuran, ataupun sekedar menghabiskan waktu di air mancur, SURKEN (taman Suryakencana), taman peranginan, mal-mal, billiard, bioskop, ataupun tempat ’nge-track’ motor ketimbang berada di rumah Allah, surau-surau yang ada di sekitar lingkungan tempat mereka tinggal, ataupun di tempat dimana mereka dapat mengembangkan potensi mereka.
Apakah mereka merupakan generasi 1959 yang digambarkan Allah dalam al-Qur’an ? ”Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Q.S 19: 59) Apakah ini akhir dunia dimana kesesatan dan kedzoliman telah tampak nyata, maksiat durjana merajalela serta kebenaran dan keadilan tiada bersisa ? Rasulullah Saw bersabda : “Akan tiba suatu zaman atas manusia dimana perhatian mereka hanya tertuju pada urusan perut dan kehormatan mereka hanya benda semata-mata. Kiblat mereka hanya urusan wanita (seks), dan agama mereka adalah harta emas dan perak. Mereka adalah makhluk Allah yang terburuk dan tidak akan memperoleh bagian yang menyenangkan di sisi Allah SWT.” (HR. Ad Dailami)
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa kualitas generasi muda merupakan cerminan masa depan suatu bangsa. Suatu bangsa yang gagal membina generasi muda -moral dan kapabilitas- akan menjadi bangsa pecundang di kemudian hari. Apalah artinya kemajuan ekonomi, kecanggihan teknologi dan militer, kepemimpinan atas dunia, sementara generasi mudanya sedemikian rusak moralnya ?
Oleh karena itu, kita patut peduli dan mengambil tanggung jawab secara kolektif tanpa terkecuali. Para guru, Pembina agama, pemerintah, alumni, sesama remaja, dan masyarakat harus bahu-membahu memberikan kontribusi pembinaan remaja.
Kewajiban kita melaksanakan dakwah kepada mereka adalah tanggung jawab yang kelak akan Allah tanyakan langsung di akhirat. “Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.” (Q.S 7:164)
Kepada para remaja, Allah sangat mencintai dan memberikan apresiasi yang besar kepada para remaja yang mampu menghindarkan diri dari hal-hal negatif yang dapat membawa kepada kehancuran serta mampu melakukan berbagai perbuatan baik (prestasi) dalam hidupnya. Allah akan memberikan pahala yang besar kepada para remaja yang mampu melakukan berbagai amal saleh. Pepatah mengatakan, “Menabung kita di lumbung, saat paceklik kita tak bingung.” Apa yang mampu dikerjakan di usia remaja adalah bagian dari investasi yang akan dipetik keuntungannya kelak di usia senja. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S An-Nahl: 97)
Wallahu’alam bi ash-Showab.
Selasa, 27 Januari 2009
Perbedaan Jin, Iblis dan Syetan
Di dalam Al-Quran Al-Kariem, Allah SWT menyebut beberapa kali kata ‘jin’. Bahkan ada satu surat yang secara khusus membahas tentang jin dan dinamakan dengan surat Al-Jin. Bila disimpulkan secara sekilas, maka ada hal-hal yang bisa ketahui dari Al-Quran Al-Kariem tentang siapakah sosok jin itu.
1. Jin diciptakan oleh Allah SWT dari api.
Allah SWT menyebutkan bahwa jin itu diciptakan dari api yang sangat panas, juga disebutkan terbuat dari nyala api. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum dari api yang sangat panas.(QS.Al-Hijr : 27) dan Dia menciptakan jin dari nyala api.(QS.Ar-Rahman : 15 )
2. Jin ada yang muslim dan ada yang tidak
Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (QS.Al-Jin :11 )
Contoh jin muslim adalah jin yang menjadi tentara nabi Sulaiman as.
Dan Kami telah menciptakan jin sebelum dari api yang sangat panas.(QS.An-Naml : 17 )
Dan Kami angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.(QS.Saba’ : 12 )
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang seperti kolam dan periuk yang tetap . Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur . Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (QS. Saba’ : 13)
B. Iblis
Sedangkan Iblis adalah makhluq durhaka yang jenisnya adalah jin, bukan jenis manusia. Al-Quran Al-Kariem secara tegas menyebutkan bahwa Iblis itu adalah dari jenis jin.
Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam , maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti bagi orang-orang yang zalim. (QS.Al-Kjahfi : 50)
Jadi bisa disebutkan bahwa Iblis itu adalah seorang oknum yang berjenis jin. Dialah dahulu jin yang paling dekat dengan Allah SWT, lalu berubah menjadi ingkar lantaran tidak mau diperintahkan untuk bersujud kepada Adam, manusia pertama.
Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS.Al-Baqarah : 34)
Motivasi yang menghalangi si Iblis itu untuk sujud kepada Adam tidak lain adalah rasa kesombongan dan tinggi hati. Dia merasa dirinya jauh lebih baik dari Adam.
Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (QS.Al-Araf : 12 )
Ciri yang paling utama dari Iblis adalah dia tidak mati-mati sampai hari kiamat. Dan penangguhan usianya itu memang telah diberikan oleh Allah SWT
Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan". Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh." (QS.Al-Araf : 14-15 )
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan". Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya ". (QS.Shaad : 79-81 )
Jadi iblis adalah nama seorang jin yang hidup di masa penciptaan Adam as dan tidak mati-mati sampai hari ini. Iblis adalah kakek moyang syetan yang juga punya keturunan, namun keturunannya itu tidak mendapatkan jaminan untuk hidup sampai kiamat. Dan sebagai bangsa jin, ada diantara keturunannya itu yang mati. Meksi barangkali usianya berbeda dengan rata-rata manusia. Tetapi tetap akan mati juga. Kecuali kakek moyang mereka yaitu Iblis.
C. Setan
Sedangkan Syaitan itu menurut Al-Quran Al-Kariem adalah makhluq yang kerjanya mengajak kepada perbuatan jahat dan keji serta berbohong.
1. Mengajak Kepada Perbuatan Keji
Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.(QS. Al-Baqarah : 169 )
2. Syetan Adalah Musuh Manusia
Dan Allah SWT telah menegaskan bahwa syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS.Al-Baqarah : 208 )
3. Memberi Janji Dan Angan-angan Kosong
Syaitan itu kerjanya memberi janji dan angan-angan kosong kepada manusia
Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. (QS.An-Nisa : 120 )
4. Syaitan Bisa Berujud Manusia
Namun Syaitan itu tidak terbatas pada jenis makhluk halus / jin saja, melainkan manusia pun bisa dikategorikan sebagai syaitan. Dan Al-Quran Al-Kariem pun juga menyebut-nyebut tentang manusia yang menjadi syaitan itu.
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu . Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS.Al-Anam : 112)
Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia. (QS.An-Naas : 1-6 )
Perbedaan JIN, IBLIS, SYAITAN
Siapakah mereka yang disebut JIN, SETAN, IBLIS? Apakah mereka makhluk yang berbeda-beda? Apakah pengakuan Jin seperti yang ada dalam buku 'dialog dengan jin' karya Mohammad Isa Daud atau yang sejenisnya boleh kita percayai mengingat dari mereka kebanyakan suka menipu manusia? Di bawah ini ringkasan tentang mereka secara sederhana.
Jin
Di dalam Al-Quran Al-Kariem, Allah SWT menyebut beberapa kali kata ‘jin’. Bahkan ada satu surat yang secara khusus membahas tentang jin dan dinamakan dengan surat Al-Jin.
Bila disimpulkan secara sekilas, maka ada hal-hal yang bisa ketahui dari Al-Quran Al-Kariem tentang siapakah sosok jin itu.
1. Jin diciptakan oleh Allah SWT dari api
Allah SWT menyebutkan bahwa jin itu diciptakan dari api yang sangat panas, juga disebutkan terbuat dari nyala api.
"Dan Kami telah menciptakan jin sebelum dari api yang sangat panas." (QS.Al-Hijr:27)
"dan Dia menciptakan jin dari nyala api." (QS.Ar-Rahman:15 )
2. Jin ada yang muslim dan ada yang tidak
"Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda." (QS.Al-Jin:11) Contoh jin muslim adalah jin yang menjadi tentara nabi Sulaiman as.
"Dan Kami telah menciptakan jin sebelum dari api yang sangat panas." (QS.An-Naml:17 ) "Dan Kami berikan angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala." (QS.Saba’:12 )
"Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang seperti kolam dan periuk yang tetap. Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur . Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih." (QS. Saba’:13)
Iblis
Sedangkan Iblis adalah makhluq durhaka yang jenisnya adalah jin, bukan jenis manusia. Al-Quran Al-Kariem secara tegas menyebutkan bahwa Iblis itu adalah dari jenis jin.
"Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: 'Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis.' Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti bagi orang-orang yang zalim." (QS.Al-Kahfi:50) Jadi bisa disebutkan bahwa Iblis itu adalah seorang oknum yang berjenis jin. Dialah dahulu jin yang paling dekat dengan Allah SWT, lalu berubah menjadi ingkar lantaran tidak mau diperintahkan untuk bersujud kepada Adam, manusia pertama.
"Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (QS.Al-Baqarah:34) Motivasi yang menghalangi si Iblis itu untuk sujud kepada Adam tidak lain adalah rasa kesombongan dan tinggi hati. Dia merasa dirinya jauh lebih baik dari Adam.
Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (QS.Al-Araf:12) Ciri yang paling utama dari Iblis adalah dia tidak mati-mati sampai hari kiamat. Dan penangguhan usianya itu memang telah diberikan oleh Allah SWT.
Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan". Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh." (QS.Al-Araf:14-15 )
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan". Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya". (QS.Shaad:79-81 )
Jadi iblis adalah nama seorang jin yang hidup di masa penciptaan Adam as dan tidak mati-mati sampai hari ini. Iblis adalah kakek moyang syaitan yang juga punya keturunan, namun keturunannya itu tidak mendapatkan jaminan untuk hidup sampai kiamat. Dan sebagai bangsa jin, ada diantara keturunannya itu yang mati. Meski barangkali usianya berbeda dengan rata-rata manusia. Tetapi tetap akan mati juga. Kecuali kakek moyang mereka yaitu Iblis.
Syaitan
Sedangkan syaitan itu menurut Al-Quran Al-Kariem adalah makhluq yang kerjanya mengajak kepada perbuatan jahat dan keji serta berbohong.
1. Mengajak Kepada Perbuatan Keji
"Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah:169 )
2. Syetan Adalah Musuh Manusia
Allah SWT telah menegaskan bahwa syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. " (QS.Al-Baqarah:208)
3. Memberi Janji dan Angan-angan Kosong
Syaitan itu kerjanya memberi janji dan angan-angan kosong kepada manusia.
"Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. " (QS.An-Nisa:120)
4. Syaitan Bisa Berujud Manusia
Namun syaitan itu tidak terbatas pada jenis makhluk halus/jin saja, melainkan manusia pun bisa dikategorikan sebagai syaitan. Dan Al-Quran Al-Kariem pun juga menyebut-nyebut tentang manusia yang menjadi syaitan itu.
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. "(QS.Al-Anam: 12)
Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia. (QS.An-Naas:1-6)
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab, Wassalamu Alaikum.
Jumat, 23 Januari 2009
Analis: Kondisi Perbankan Indonesia Mulai Membaik
analisis perbankan menilai kondisi perbankan di Indonesia pada tahun 2003 mulai menunjukkan perbaikan. “Kondisi ini dapat dilihat dari kepercayaan masyarakat kepada perbankan yang semakin membaik. Selain itu ada beberapa indikator yang mendukung perbaikan,” ujar Fendi dalam acara pemeringkatan bank terbaik versi Majalah Investor, pada 135 bank umum nasional yang ada di Indonesia terjadi
peningkatan rasio kecukupan modal (CAR) dari 27,7 persen tahun 2001 menjadi 31,6 persen pada tahun 2002. Pada Maret 2003 CAR 116 bank rata-rata 38,13 persen, yang melampaui batas minimal yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 8,0 persen.
Dijelaskan Fendi, tahun 2003 adalah tahun untuk menilai karena dengan NPL (non performing loan) yang semakin menurun maka kinerja perbankan akan semakin membaik. Walaupun suku bunga bank masih belum stabil.
NPL 135 bank yang dipantau Litbang Majalah Investor rata-rata 10,40 persen pada tahun 2001 menjadi 7,43 persen pada tahun berikutnya. Pada Maret 2003, NPL 116 yang laporan keuangannya dapat diketahui turun menjadi 7,31 persen.
Di kesempatan yang sama, ekonom dari Universitas Paramadina, Aviliani berpendapat kondisi perbaikan perbankan belum terlalu signifikan. “Kalau dilihat dari LDR belum signifikan alirannya ke sektor riil,” katanya. Nisbah antara kredit dan dana masyarakat yang dihimpun (LDR-loan to deposit ratio) bank umum nasional pada tahun 2002 adalah 45,5 persen dan meningkat menjadi 50,5 persen pada Maret 2003. Angka LDR yang ideal menurut Bank Indonesia adalah 90-110 persen.
Aviliani mengatakan ada beberapa alasan yang menyebabkan kurangnya aliran ke sektor riil, diantaranya karena sektor riil masih beresiko dan belum adanya jaminan suku bunga bisa turun dibawah 10 persen. Pendapat mengenai suku bunga ini sesuai dengan pendapat Direktur Utama Bank Buana Indonesia Pardi Kendy yang menjadi salah satu pemenang bank terbaik. Menurutnya para pelaku industri perbankan mulai khawatir mempertanyakan apakah suku bunga bisa di bawah 10 persen. “Hal itulah yang perlu diantisipasi,” ujar Pardi.
Suku Bunga Naik karena Kondisi Perbankan Baik
Kenaikan angka suku bunga BI sebesar 0,25 persen diakui Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom sebagai keputusan yang tidak terpisahkan dengan pertimbangan kondisi perbankan nasional. Miranda mengatakan, saat ini kondisi perbankan Indonesia masih stabil sehingga memungkinkan untuk menaikkan angka suku bunga BI, antara lain diindikasikan melalui pertumbuhan kredit yang meningkat 1,5 persen menjadi 28,1 persen. Seiring kenaikan tersebut, rasio Non-Performing Loan (NPL) gross dan net turun.
Penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang juga mengalami penurunan menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) naik menjadi 73,7 persen. "Oleh karena itu,kami cukup yakin menaikkan suku bunga 0,25 persen dan menyatakan akan memantau apakah ada gejala-gejala tekanan inflasi lebih lanjut sehingga BI akan tetap menyesuaikan BI rate sesuai arah perkembangan inflasi ke depan," ujar Miranda di Jakarta, Selasa (6/5).
Keputusan ini juga didahului oleh stressing test yang cukup ekstrem oleh BI terhadap perbankan nasional dengan membuat rupiah terdepresiasi cukup tinggi, membuat harga Surat Utang Negara (SUN) begitu rendah dan adanya angka inflasi yang tinggi. "Hal itu menunjukkan bank masih tetap baik kondisi Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya baik dari 15 bank terbesar dan 18 bank devisa yang ada tidak terpengaruh banyak dan masih jauh di atas tingkat CAR yang ditentukan," tandas Miranda.
Miranda juga menambahkan, target inflasi yang ditetapkan belum berubah, namun BI memiliki working assumption yang menunjukkan adanya perkembangan tekanan inflasi. Oleh karena itu, untuk mencegah tumbuhnya ekpektasi inflasi, BI meningkatkan suku bunga sebesar 0,25 persen.
Kamis, 22 Januari 2009
Masa Sebelum Kedatangan Islam
Jazirah Arab sebelum kedatangan agama Islam merupakan sebuah kawasan yang tidak maju. Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah berhala dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-agama Kristen dan Yahudi. Mekkah adalah tempat yang suci bagi bangsa Arab ketika itu, karena di sana terdapat berhala-berhala agama mereka, telaga Zamzam, dan yang terpenting adalah Ka'bah.
Masa awal
Islam bermula pada tahun 622 ketika
wahyu pertama diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira', Arab Saudi.
Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 10 Rabiul Awal Tahun Gajah (570 atau 571 masehi). Ia dilahirkan ditengah-tengah suku Quraish, dalam kehidupan suku-suku padang pasir yang suka berperang. Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya Abdullah wafat ketika ia masih berada di dalam kandungan. Pada saat usianya masih 6 tahun, ibunya Aminah meninggal dunia. Sepeninggalan ibunya, Muhammad dibesarkan oleh
pamannya yaitu Abu Talib, dan dilanjutkan oleh kakeknya Abdul Muthalib. Muhammad kemudian menikah dengan Siti Khadijah dan menjalani kehidupan secara sederhana.
Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran Islam secara tertutup kepada para sahabatnya. Ajaran Islam kemudian juga disampaikan secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekkah, yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya menentangnya.
Pada tahun 622 masehi, Muhammad dan pengikutnya berpindah ke Madinah. Peristiwa ini disebut Hijrah, dan semenjak peristiwa itulah dasar permulaan perhitungan kalender Islam. Di Madinah, Muhammad dapat menyatukan orang-orang anshar (kaum muslimin dari Madinah) dan muhajirin (kaum muslimin dari Mekkah), sehingga semakin kuatlah umat Islam. Dalam setiap peperangan yang dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu mendapatkan kemenangan. Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Mekkah dan Madinah.
Keunggulan diplomasi Muhammad pada saat perjanjian Hudaibiyah, menyebabkan umat Islam memasuki fase yang sangat menentukan. Banyak penduduk Mekkah yang sebelumnya menjadi musuh kemudian berbalik memeluk Islam, sehingga ketika penaklukan kota Mekkah oleh umat Islam tidak terjadi pertumpahan darah. Ketika Muhammad wafat, hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk agama Islam.
Khalifah Rashidin
Khalifah Rashidin atau "para pemimpin yang baik" diawali dengan kepemimpinan Abu Bakar, dan dilanjutkan oleh kepemimpinan Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Pada masa ini umat Islam mencapai kestabilan politik dan ekonomi. Abu Bakar memperkuat dasar-dasar kenegaraan umat Islam dan mengatasi pemberontakan beberapa suku-suku Arab yang terjadi setelah meninggalnya Muhammad. Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib berhasil memimpin balatentara dan kaum Muslimin pada umumnya untuk mendakwahkan Islam, terutama ke Syam, Mesir, dan Irak. Dengan takluknya negeri-negeri tersebut, banyak harta rampasan perang dan wilayah kekuasaan yang dapat diraih oleh umat Islam.
Masa kekhalifahan selanjutnya
Setelah periode Khalifah Rasyidin, kepemimpinan umat Islam berganti dari tangan ke tangan dengan pemimpinnya yang juga disebut "khalifah", atau terkadang "amirul mukminin", "sultan", dan sebagainya. Pada periode ini khalifah tidak lagi ditentukan berdasarkan orang yang terbaik di kalangan umat Islam, melainkan secara turun-temurun dalam satu dinasti (bahasa Arab: bani) sehingga banyak yang menyamakannya dengan kerajaan; misalnya kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, hingga Bani Utsmaniyyah.
Besarnya kekuasaan kekhalifahan Islam telah menjadikannya salah satu kekuatan politik yang terkuat dan terbesar di dunia pada saat itu. Timbulnya tempat-tempat pembelajaran ilmu-ilmu agama, filsafat, sains, dan tata bahasa Arab di berbagai wilayah dunia Islam telah mewujudkan satu kontinuitas kebudayaan Islam yang agung. Banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan bermunculan dari berbagai negeri-negeri Islam, terutamanya pada zaman keemasan Islam sekitar abad ke-7 sampai abad ke-13 masehi.
Luasnya wilayah penyebaran agama Islam dan terpecahnya kekuasaan kekhalifahan yang sudah dimulai sejak abad ke-8, menyebabkan munculnya berbagai otoritas-otoritas kekuasaan terpisah yang berbentuk "kesultanan"; misalnya Kesultanan Safawi, Kesultanan Turki Seljuk, Kesultanan Mughal, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka, yang telah menjadi kesultanan-kesultanan yang memiliki kekuasaan yang kuat dan terkenal di dunia. Meskipun memiliki kekuasaan terpisah, kesultanan-kesultanan tersebut secara nominal masih menghormati dan menganggap diri mereka bagian dari kekhalifahan Islam.
Pada kurun ke-18 dan ke-19 masehi, banyak kawasan-kawasan Islam jatuh ke tangan penjajah Eropa. Kesultanan Utsmaniyyah (Kerajaan Ottoman) yang secara nominal dianggap sebagai kekhalifahan Islam terakhir, akhirnya tumbang selepas Perang Dunia I.
korupsi Dan Implikasi Regenerasi Anak Bangsa
“Sebuah kecerdasan akan timbul dari sifat dan sikap yang berfikir secara positif akan masa kedepanya dan tak akan menyerah begitu saja terhadap eksistensi kehidupan duniawi dan tak melupakan dunia setelah ini”
“Generasi Indonesia adalah harapan bangsa yang tak bolah tetunda akan kejelasanya dan harus selalu berekspansi untuk menghadapi pergelatan transisi kehidupan”.
Indonesia, apakah sebuah negeri yang sudah sangat kaya ?.
Sepertinya redaksi itu acap kali sering kita dengar dalam telinga. Apakah anda sudah mampu menjawabnya?. Jika kita ulas kembali mengenai jawaban itu lalu kenapa masih ada anak-anak yang tergeletak meninggal karena busung lapar, kenapa masih ada anak-anak yang tidak mampu mengenyam pendidikan secara layak tanpa adanya ancaman atap gedung yang akan runtuh, kenapa masih ada saja di era sekarang ini anak-anak bernyanyi-nyanyi dipiggiran pintu bus / angkutan kota demi sesuap nasi sekedar
mengganjal perut mereka…??Memang tak penting rasanya jika kita perdebatkan mengenai jawaban apa yang seharusnya dilontarkan, karena bagaimana mungkin kita beragument tapi realita yang terjadi adalah sebaliknya.
Dewasa ini, sikap dan sifat para agen-agen pejabat negeri ini telah mulai terkuak kebenaran dan keberadaanya dimuka umum, kebobrokan tindakan tak manusiawipun dimunculkan dengan berbuat praktek korupsi, kolusi serta nepotisme. Bahkan nyatanya perilaku mereka merebak dengan didukung bukti-bukti dari tim yang relevan menanganinya.
Mereka seolah tak sehat memikirkan nasib pendidikan untuk prestasi regenasi anak bangsa yang akan menjadi penghuni di Negeri yang sangat luas akan goegrafis. Jika kita telusuri sedikit, secara logika tak masuk akal sepertinya antara pejabat yang mempunyai pendidikan dan title yang cukup tinggi tapi tak dibarengi dengan perilaku yang menjunjung kearifan berbuat dan dalam mengambil keputusan. Coba kita lihat seperti kasus BLBI yang tak kunjung selesai kepastianya walau kita harus tetap optimis memandang usaha yang dilakukan lembaga hukum atas kelalaian pihak-pihak yang tak bertanggung jawab tersebut atau kita sebut “kejahatan kerah putih”.
Biaya yang diselewengkan tak main-main miliyaran bahkan triliunan rupiah berguling kekantong-kantong tikus berdasi. Misalnya saja, sedikitnya 100 miliyar kita manfaatkan untuk kepentingan pembangunan sekolah didaerah-daerah terpencil akan fasilitasnya.
Maka, setidaknya akan sangat membantu generasi prestasi mereka yang tertunda akibat perampokan uang Negara dengan senyuman manis serasa mereka tak bersalah dan tak merasakan penderitaan akan haus pendidikan dan fasisilitasnya terutama districs minim pemberdayan dan kualitas.
Tak seharusnya saudra-saudara kita seperti ini, menjadi korban untuk merasakan ketidakenakan pendidikan yang minim. Jangan hanya kita lihat dikota besar seperti Jakarta, namun kita juga harus meneropong lebih detail keanekaragaman enyam prestasi didaerah terpencil, karena memang pendidikan yang haus akan munculnya prestasi harus merata baik dari segi fasilitas maupun ruang lingkupnya.
Sepertinya tidak akan habis jika kita membicarakan kebejatan agen koruptor dinegeri ini.
Langkah nyata yang harus sama-sama kita implementasikan adalah :
1. Mulailah mengaplikasikan kebijakan-kebijakan diri kita sendiri, walau dari hal yang terkecil sekalipun, baik itu dari lingkungan keluarga.
2. Mendukung sepenuhnya pihak-pihak / lembaga-lembaga baik pemerintah maupun swasta terkait untuk menangani kebiadaban agen koruptor tersebut. Seperti : KPK, kejaksaan Agung, ICW.
3. Membantu dan melaksanakan peran para ulama maupun guru besar dari sisi spiritualisme untuk melakukan misi dan visi membangun akhlak dan moral yang lebih baik kedepanya sesuai dengan tuntunan Al-qu’an dan Hadits Rasulullah SAW.
4. Menjalankan fungsi kita sebagai umat manusia yang tak boleh henti untuk mencari ilmu sepanjang masa hingga rumah yang gelap menjemput.
Oleh karena itu, bukan hanya menyusun tulisan ini, namun penulis dan pembaca harus bersama bertekad berjuang membangun negeri ini yang insya Allah akan keluar dari lingkar ketidaknyamanan pendidikan untuk memperluas prestasi yang tidak boleh tertunda demi cita-cita bangsa Indonesia tanah air kita. Amin
Mempertegas Posisi Ekonomi Islam Di Antara Ekonomi Konvensional
Ambruknya sistem perbankan konvensional pada pertengahan tahun 1997 berdampak negatif terhadap sistem perekonomian nasional. Kondisi tersebut dipicu oleh kebijakan pemerintahan Orde Baru yang memberikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada beberapa bank yang dinilai kurang sehat serta tidak memenuhi syarat untuk terus melanjutkan operasinya. Bantuan yang diberikan ternyata tidak menyelesaikan masalah, akan tetapisebaliknya membuat keadaan menjadi
lebih buruk dan semakin parah. Kepercayaan nasabah terhadap bank-bank konvensional turun secara drastic, bahkan di antaranya ada yang mengalami rush akibat penarikan uang dalam jumlah besar pada waktu yang bersamaan.
Di antara sekian banyak bank yang beroperasi di Indonesia hanya satu yang dinilai mampu bertahan dan tetap kokoh menghadapi gelombang krisis ekonomi yang menerpa bangsa Indoensia yaitu,
bank Mu’amalat. Sistem bagi hasil (mudharabah) yang menjadi asas utama dalam transaksi (‘aqad) bank tersebut ternyata dinilai cukup efektif untuk meminimalisir kerugian kedua belah pihak (pihak bank dan nasabahnya). Kekuatan bank Mu’amalat ternyata bukan terletak pada besarnya rasio kecukupan modal yang dimilikinya, tetapi justru terdapat pada sistem lose and profit sharing (untung dan rugi bagi sama) yang diterapkannya . Dari aspek etos kerja, sistem ini dapat memacu kedua belah pihak untuk tetap menggunakan modalnya dalam koridor bisinis produktif dan sedapat mungkin menghindari bisnis konsumtif yang justru dapat mengurangi modal yang telah dimiliki.
Bercermin kepada keberhasilan bank Mu’amalat tersebut, para ahli ekonomi kemudian secara perlahan mengubah orientasi pemikirannya ke arah paradigma ekonomi Islam yang dianggap lebih meyakinkan dan menjanjikan. Bahkan lebih jauh dari itu, beberapa bank konvensional saat ini telah memiliki bank Syari’ah seperti bank Syari’ah Mandiri dan bank Syari’ah BNI. Jumlah ini diperkirakan akan semakin bertambah seiring dengan akan disyahkannya Undang-undang Tentang Perbankan Syari’ah dan Takaful.
Menyikapi perkembangan yang cukup menggembirakan itu, pihak perguruan tinggi, khususnya IAIN, mencoba melakukan terobosan baru dengan mendirikan jurusan ilmu ekonomi Islam. Terobosan ini dilakukan terutama untuk menyiapkan kader-kader intelektual yang mampu bekerja secara profesional di berbagai institusi ekonomi Islam seperti bank syari’ah dan takaful (asuransi Islam). Animo para calon mahasiswa terhadap jurusan baru tersebut ternyata cukup besar karena dianggap lebih prospektif dibandingkan dengan jurusan-jurusan yang telah ada sebelumnya.
Untuk kasus IAIN, jurusan ekonomi Islam biasanya dibuka di fakultas Syari’ah. Pengelompokan ekonomi Islam ke dalam sub bidang ilmu syari’ah secara tidak langsung akan menimbulkan problem epistemologis dalam filsafat ilmu. Problem epistemologis tersebut perlu ditelusuri secara dini agar out put yang dihasilkan tidak kontraproduktif dengan tujuan didirikannya jurusan tersebut. Selama ini, persoalan fiqh mu’amalat yang diajarkan di fakultas syari’ah lebih berorientasi normatif dibandingkan orientasi produktif. Artinya, para sarjana ahwal al-syakhsiyah lebih banyak menekuni teori-teori tentang kedudukan suatu transaksi di mata hokum Islam. Sementara praktek di lapangan, teori tersebut hanya dibutuhkan pada taraf konseptual bukan pada taraf aplikasi.
Di lain pihak, dunia usaha cenderung lebih membutuhkan praktisi ketimbang teoritisi. Fenomena tersebut dapat mengancam eksistensi jurusan ekonomi Islam karena ternyata out put-nya kurang menguasai persoalan ekonomi aplikatif yang dibutuhkan. Untuk itu, tulisan ini akan mencoba melihat posisi ekonomi Islam dari sudut pandang filsafat ilmu. Tinjauan ini diharapkan dapat menempatkan jurusan ekonomi Islam pada habitat yang sebenarnya.
Problem Epistemologis Ilmu Ekonomi Islam
Ilmu ekonomi Islam pada dasarnya merupakan perpaduan antara dua jenis ilmu yaitu ilmu ekonomi dan ilmu agama Islam (fiqh mu’amalat). Sebagaimana layaknya ilmu-ilmu lain, ilmu eknomi Islam juga memiliki dua objek kajian yaitu objek formal dan objek material. Objek formal ilmu ekonomi Islam adalah seluruh sistem produksi dan distribusi barang dan jasa yang dilakukan oleh pelaku bisnis baik dari aspek prediksi tentang laba rugi yang akan dihasilkan maupun dari aspek legalitas sebuah transaksi. Sedangkan objek materialnya adalah seluruh ilmu yang terkait dengan ilmu ekonomi Islam.
Dengan mengetahui objek formal dan material sebuah ilmu, maka akan dapat ditelusuri eksistensinya melalui tiga pendekatan yang selalu dipergunakan dalam filsafat umum yaitu pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis . Pendekatan ontologis dijadikan sebagai acuan untuk menentukan hakikat dari ilmu ekonomi Islam. Sedangkan pendekatan epistemologis dipergunakan untuk melihat prinsip-prinsip dasar, ciri-ciri, dan cara kerja ilmu ekonomi Islam. Dan pendekatan aksiologis diperlukan untuk melihat fungsi dan kegunaan ilmu ekonomi Islam dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari .
Secara ontologis, ilmu ekonomi Islam membahas dua disiplin ilmu secara bersamaan. Kedua disiplin ilmu itu adalah ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh mu’amalat. Dengan demikian, dalam operasionalnya ilmu ekonomi Islam akan selalu bersumber dari kedua disiplin ilmu tersebut. Persoalan ontologis yang muncul kemudian adalah bagaimana memadukan antara pemikiran sekular ilmu ekonomi dengan pemikiran sakral yang terdapat dalam fiqh mu’amalat. Persoalan ini muncul mengingat bahwa sumber ilmu ekonomi Islam adalah pemikiran manusia sedangkan sumber fiqh mu’amalat adalah wahyu yang didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Perbedaan sumber ilmu pengetahuan ini menyebabkan munculnya perbedaan penilaian terhadap problematika ekonomi manusia. Sebagai contoh, ilmu ekonomi akan menghalalkan sistem ekonomi liberal, kapitalis, dan komunis sejauh itu dapat memuaskan kebutuhan hidup manusia. Tetapi sebaliknya, fiqh mu’amalat belum tentu dapat menerima ketiga sistem itu karena dia masih membutuhkan legislasi dari Al-Qur’an dan Hadits.
Dari sisi lain, teori kebenaran ilmu ekonomi Islam dan ilmu fiqh mu’amalat tentu saja berbeda secara diametral. Tolok ukur kebenaran dalam ilmu ekonomi selalu mengacu kepada tiga teori kebenaran yang dipakai dalam filsafat ilmu yaitu teori koherensi (kesesuaian dengan teori yang sudah ada), teori korespondensi (kesesuaian dengan fenomena yang ada), dan teori pragmatisme (kesesuaian dengan kegunaannya) . Sedangkan teori kebenaran fiqh mu’amalat mengacu secara ketat terhadap wahyu. Artinya, transaksi ekonomi akan dipandang benar bilamana tidak terdapat larangan dalam wahyu. Berdasarkan perbedaan sumber pengetahuan dan teori kebenaran yang digunakan, maka tentu saja sulit untuk memadukan antara ilmu ekonomi dengan fiqh mu’amalat. Bahkan secara faktual diakui bahwa pemberlakuan sistem ekonomi Islam dalam bidang perbankan dan asuransi hampir sama dengan yang terdapat dalam sistem ekonomi konvensional.
Selanjutnya, dari sudut pandang epistemologi dapat diketahui bahwa ilmu ekonomi diperoleh melalui pengamatan (empirisme) terhadap gejala sosial masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengamatan yang dilakukan kemudian digeneralisasi melalui premis-premis khusus untuk mengambil kesimpulan yang bersifat umum. Pada tahap ini, ilmu ekonomi menggunakan penalaran yang bersifat kuantitatif . Perubahan dan keajegan yang diamati dalam sistem produksi dan distribusi barang dan jasa kemudian dijadikan sebagai teori-teori umum yang dapat menjawab berbagai masalah ekonomi. Sebagai sebuah contoh dapat dilihat dari teori permintaan (demand) dalam ilmu ekonomi yang berbunyi “apabila permintaan terhadap sebuah barang naik, maka harga barang tersebut secara otomatis akan menjadi naik” . Teori tersebut diperoleh dari pengalaman dan fakta di lapangan yang diteliti secara konsisten oleh para ahli ekonomi. Berdasarkan cara kerja yang demikian, penemuan teori-teori ilmu ekonomi dikelompokkan ke dalam context of discovery.
Berbeda dengan hal itu, fiqh mu’amalat diperoleh melalui penelusuran langsung terhadap Al-Qur’an dan Hadits oleh para fuqaha. Melalui kaedah-kaedah ushuliyah, mereka merumuskan beberapa aturan yang harus dipraktekkan dalam kehidupan ekonomi umat. Rumusan-rumusan tersebut didapatkan dari hasil pemikiran (rasionalisme) melalui logika deduktif. Premis mayor yang disebutkan dalam wahyu selanjutnya dijabarkan melalui premis-premis minor untuk mendapatkan kesimpulan yang baik dan benar. Dengan demikian, fiqh mu’amalat menggunakan penalaran yang bersifat kualitatif . Salah satu contoh yang dapat dikemukakan dalam kasus ini adalah kaedah ushuliyah yang berbunyi “al-ashlu fi al-asyyai al-ibahah illa dalla dalilu ‘ala tahrimihi (asal dari segala sesuatu adalah dibolehkan kecuali dating sebuah dalil yang mengharamkannya). Jika diterapkan dalam ilmu ekonomi, maka seluruh transaksi bisnis pada dasarnya diperbolehkan jika tidak ada nash yang mengharamkannya. Pelarangan terhadap praktek bunga dan riba dalam perbankan konvensional hanya disebabkan adanya beberapa nash yang mengharamkannya (misalnya lihat QS Al-Baqarah:275). Cara kerja seperti ini dalam filsafat ilmu dikenal dengan context of justification.
Munculnya problem epistemologis sebagaimana disebutkan di atas bersumber dari paradigma metodologis yang disusun oleh para ulama mutaqaddimin. Bagi para ulama mutaqaddimin, misalnya, penyelidikan terhadap hukum didasarkan atas prinsip tab’iyyah al-aql li an-naql . Ini berarti bahwa analisis hukum adalah naqli atau analisis teks sesuai dengan anggapan tidak ada hukum di luar teks-teks naqliyah. Sementara itu, mereka tidak pernah mengembangkan suatu metode analisis sosial dan historis yang terartikulasi dengan baik, meskipun Al-Ghazali telah membuat suatu paradigma pemaduan wahyu dan ra’yu dengan mengembangkan teori mashlahat dengan dasar logika induksi yang sesungguhnya memberi peluang bagi pengembangan analisis sosial . Dalam prakteknya, Al-Ghazali kemudian Al-Syatibi sebagai dua tokoh mashlahat dalam hukum Islam akhirnya jatuh juga dalam analisis tekstual seperti ulama-ulama lainnya..
Analisis tekstual tersebut berkembang di kalangan ulama fuqaha secara konsisten dengan metodologi deduksi sebagai pilar utamanya. Padahal, prasyarat perkembangan sebuah ilmu pengetahuan adalah dengan menggabungkan metode deduksi dan induksi secara bersamaan. Salah satu kelebihan Imam Syafi’i atas ulama lainnya justru dapat dilihat dari kepiawaiannya untuk menggabungkan antara metode induksi-deduksi dalam fatwa-fatwanya. Sebagai contoh dapat disebutkan bahwa Imam Syafi’i memerlukan penelitian lapangan untuk menentukan jangka waktu terpendek dan terpanjang dari masa haid seorang wanita. Beliau kemudian mengembangkannya dengan qiyas terhadap masalah lainnya, seperti kewajiban shalat bagi wanita yang masa haidnya melebihi jangka waktu terlama dari seorang wanita normal . Perpaduan antara penelitian lapangan dengan qiyas yang dilakukan Imam Syafi’i tersebut secara tidak langsung mengantarkannya kepada pemaduan antara metode induksi dan deduksi.
Dalam sejarah perkembangan hukum Islam, metode induksi-deduksi juga dilakukan oleh Imam Syafi’i ketika dia melontarkan ijtihad baru berupa qaul jadid untuk menggantikan qaul qadim-nya . Perubahan fatwa Imam Syafi’i itu lebih didasarkan atas perbedaan lingkungan geografis kota Basrah dan kota Mesir. Perbedaan lingkungan geografis itu kemudian disesuaikan dengan kaedah deduktif dalam ilmu ushul fiqh yang berbunyi “taghayyar al-ahkam bi al-taghyar al-azmanah wa al-amkinah.
Perbedaan antara ilmu ekonomi dan fiqh mu’amalat dapat ditelurusi lebih dalam dari aspek aksiologisnya. Ilmu ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya . Sedangkan fiqh mu’amalat berfungsi untuk mengatur hukum kontrak (‘aqad) baik yang bersifat sosial maupun komersil . Secara pragmatis dapat disebutkan bahwa ilmu ekonomi lebih berorientasi materialis, sementara fiqh mu’amalat lebih terfokus pada hal-hal yang bersifat normatif. Atau dengan kata lain, ilmu ekonomi mempelajari teknik dan metode, sedangkan fiqh mu’amalat menentukan status hukum boleh tidaknya sebuah transaksi bisnis .
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa aspek aksiologis ilmu ekonomi konvensional dapat saja bertentangan dengan aspek aksiologis fiqh mu’amalat karena sesuatu yang sah dalam transaksi bisnis belum tentu sah dalam pandangan fiqh mu’amalat. Sebagai contoh, modus transaksi kontemporer melalui perantaraan internet tanpa memperlihatkan barang yang dijadikan objek maupun tanpa kehadiran penjual dan pembeli dianggap sah dalam ilmu ekonomi sejauh kedua belah pihak sama-sama menyetujui memorandum of understanding (MOU) yang dibuat sebelumnya. Fiqh mu’amalat dengan sejumlah teorinya belum tentu menerima transaksi tersebut. Sedikitnya terdapat dua kejanggalan dalam transaksi jenis ini. Pertama tidak diperlihatkannya barang yang diperjualbelikan, dan kedua tidak adanya aqad jual beli yang wajib diucapkan secara jelas oleh masing-masing pihak.
Di samping problem epistemologis dalam filsafat ilmu yang disebutkan di atas, ilmu ekonomi Islam juga mendapat tantangan yang cukup berat dari ilmu ekonomi konvensional. Hal ini terjadi mengingat ilmu ekonomi yang berkembang di dunia Barat dilandasi dengan kebebasan individu dalam melakukan kontrak dengan syarat tidak merugikan satu sama lain. Konsep-konsep ekonomi konvensional versi Barat perlu diredefinisi agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan syari’at Islam. Di antara konsep-konsep tersebut antara lain:
1. Konsep Harta
Masalah yang timbul dalam konsep harta adalah bahwa ilmu ekonomi konvensional tidak mengenal adanya nilai dalam pemilikan harta. Sejauh dapat menimbulkan nilai ekonomis, segala sesuatu dapat diakui sebagai harta. Tidak heran bila barang-barang haram seperti minuman keras dan daging babi termasuk property yang sah untuk dijadikan sebagai salah satu komoditi bisnis
2 Konsep Uang
Pembahasan dalam fiqh mu’amalat mengasumsikan bahwa uang yang digunakan masyarakat adalah uang riil (real money) yaitu emas dan perak. Padahal sejak jaman penjajahan, uang emas dan perak tidak lagi digunakan sebagai alat tukar. Sebagai gantinya uang kertas menjadi alat tukar yang berlaku di tengah masyarakat. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum uang kertas ini. Ada yang menganggap bahwa uang kertas tidak diterima dalam syariah karena bukan harta riil dan ada pula yang dapat menerimanya .
3. Konsep Bunga dan Riba
Dalam ilmu ekonomi, bunga merupakan asumsi yang tidak lagi menjadi bahan perdebatan meskipun sampai saat ini para ekonom masih sulit mencari justifikasi terhadapnya. Dalam ilmu fiqh mu’amalat istilah ini tidak dikenal meskipun pembahasan tentang hukum riba boleh dikatakan telah selesai dan para ulama sepakat mengharamkannya . Dengan konsep uang kertas (abstract money), konsep bunga dan riba menjadi pembahasan yang bekelanjutan.
4. Konsep Time Value of Money
Sebagian besar teori tentang menajemen keuangan dibangun berdasarkan konsep nilai dan waktu dari uang yang mengasumsikan bahwa nilai uang sekarang relatif lebih besar ketimbang di masa yang akan datang. Sedangkan di sisi lain, tidak didapati penjelasannya dalam fiqh mu’amalat meskipun perdebatan tentangn jual beli tangguh (ba’i mu’ajjal) termasuk diskusi yang tidak sedikit di antara para ulama .
5. Konsep Modal
Modal dalam pengertian ilmu ekonomi adalah segala benda, baik yang fisik maupun yang abstarak, yang memiliki nilai ekonomis dan produktif. Termasuk dalam pengertian ini adalah uang dan intellectual property right. Dalam fiqh mu’amalat klasik, pengertian modal terbatas pada benda fisik. Uang hanya dapat berperan sebagai alat tukar. Apabila ia ingin menjadi modal yang digunakan untuk memperoleh keuntungan ia harus terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk fisik .
6. Konsep Lembaga
Ilmu ekonomi tidak mempersoalkan adanya individual entity atau abstract entity. Berbeda halnya dengan fiqh mu’amalat yang objeknya kepada mukallaf secara individual. Hal ini akan membawa dampak bagi analisa tentang kepemilikan dan hubungannnya dengan kepemilikan .
Problem epistemologis ilmu ekonomi Islam dan tantangan yang diberikan oleh ilmu ekonomi konvensional yang disebutkan di atas dapat berimplikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada out put yang dihasilkan oleh jurusan ekonomi Islam. Fiqh mu’amalat yang diajarkan di jurusan ekonomi Islam tidak mampu untuk menghasilkan para sarjana muslim yang diterima oleh dunia kerja. Alasannya adalah bahwa skill dan penguasaan terhadap ekonomi real lebih dibutuhkan sektor industri dan dunia kerja dibandingkan dengan keahlian dalam masalah istimbath al-ahkam.
Di samping itu, masih sulit dibayangkan alumni jurusan fiqh mu’amalat mampu memimpin sebuah lembaga keuangan syari’ah seperti bank, asuransi, pasar modal, bahkan lembaga zakat dan wakaf . Perhatikan, misalnya, Dhompet Dhu’afa Republika yang telah menjadi lembaga zakat paling besar di Indonesia. Dari sederetan nama yang tercantum dalam board management-nya ternyata sebagian besar berasal dari alumni non-IAIN.
Demikian juga dunia perbankan, asuransi, dan pasal modal. Sektor ini lebih membutuhkan sarjana-sarjana yang menguasai ilmu-ilmu praktis seperti akuntansi, statistika, dan matematika ekonomi. Penguasaan terhadap ilmu-ilmu praktis menjadi hal yang sangat esensial mengingat modal yang diputarkan dalam bidang tersebut hanya dapat dikalkulasikan dengan ilmu-ilmu tersebut. Perusahaan-perusahaan komersil tentu tidak mau rugi hanya dikarenakan miss management yang seharusnya tidak terjadi bila mereka mempekerjakan orang-orang yang menguasai bidang tersebut secara baik.
Solusi Alternatif dalam Membangun Ilmu Ekonomi Islam
Perbedaan mendasar antara disiplin ilmu ekonomi konvensional dan fiqh mu’amalat mengharuskan adanya pemikiran untuk mensinergikan keduanya ke dalam satu disiplin ilmu. Kemungkinan yang terjadi adalah terjadinya redefinisi terhadap ilmu ekonomi, dimana materi bahasan dalam ilmu ekonomi akan bertambah dengan adanya materi dari ilmu fiqh mu’amalat, ataupun akan berkurang dengan adanya pembatasan materi tertentu yang dianggap tidak relevan dengan syari’ah. Contoh dalam hal ini adalah pembahasan mengenai teori tingkah laku konsumen (consumer behavior) yang dibatasi dengan asumsi syari’ah tentang larangan komoditas dan jasa non-halal, atau teori produksi (production theory) yang ditambah dengan asumsi bahwa modal sebagai faktor produksi yang tidak memasukkan uang di dalamnya.
Kemungkinan kedua adalah terjadinya redefinisi terhadap fiqh mu’amalat dimana materi bahasannya bertambah dengan analisa hokum terhadap berbagai konsep ekonomi modern seperti time value of money, instrumen pasar modal atau transaksi di pasar valuta asing. Untuk memberi penilaian terhadap konsep-konsep tersebut diperlukan pemahaman mendasar asal-usul dan hubungannya dengan ekonomi secara keseluruhan .
Kecenderungan ini akan berpengaruh luas kepada produk-produk aplikasi dari kedua ilmu tersebut di atas. Jika ilmu ekonomi mengalami redefinisi, maka produk-produknya pun akan mengalami redefinisi pula. Mengikuti kemungkinan pertama, misalnya, produk ekonomi mikro seperti regressi permintaan akan komoditas umum akan mengalami redefinisi dengan mengeluarkan indeks barang yang tidak sesuai syariah. Dalam ekonomi makro juga demikian, misalnya indeks harga konsumen (consumer price index – CPI) yang digunakan sebagai pembagi dalam penghitungan inflasi juga mengalami perubahan dengan mengeluarkan komoditas yang diasumsikan oleh syari’ah tidak dikonsumsi. Akibat dari hal ini, akan terjadi bias dalam beberapa indikator. Dengan kata lain, akkan terjadi perbedaan dalam berbagai indikator ekonomi. Misalnya, inflasi yang dihitung menurut CPI biasa akan berbeda dengan tingkat inflasi yang dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi syariah. Demikian pula prediksi tingkat pengangguran (unemployment), pertumbuhan (growth), pendapatan nasional (national income) atau lainnya. Jika fiqh mu’amalat yang mengalami redefinisi, maka ia harus ditulis ulang dengan menambahkan sejumlah konsep ekonomi yang baru dan belum mendapat penilaian hukum pada kitab fiqh klasik .
Redefinisi terhadap fiqh mu’amalat sama artinya dengan proses Islamisasi ilmu-ilmu yang dipelopori oleh Ismail Raji al-Faruqi. Islamisasi pengetahuan berarti merestorasi kembali fungsi wahyu untuk didudukkan sejajar dengan akal dan pengalaman manusia sebagai sumber pengetahuan . Salah satu percobaan awal dalam bidang ini adalah apa yang disebut unified approach to shari’ah an social inference (pendekatan untuk menyatukan ilmu syari’ah dengan ilmu-ilmu sosial.
Akhir-akhir ini, penyatuan antara ilmu syari’ah dengan ilmu-ilmu sosial merupakan wacana yang cukup menarik minat para filosof muslim. Penolakan terhadap konsepsi ilmu positivistic yang berkembang pada awal abad ke-20 telah menimbulkan krisis spritual di kalangan ilmuwan. Kuatnya keyakinan aliran positivisme untuk menjadikan rasio sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan menyebabkan para penganutnya terjerumus ke lembah atheisme. Kekosongan spritual itu terjadi akibat ketidakyakinan mereka terhadap ranah metafisika. Padahal sejak awal, Islam telah memposisikan metafisika sebagai dasar dalam segala hal, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya dalam filsafat Islam, wahyu dijadikan sumber ilmu pengetahuan yang pertama sebelum sumber pengetahuan lainnya .
Secara umum, ada beberapa langkah yang harus diikuti dalam proses integrasi ilmu pengetahuan yaitu:
1. Analisis terhadap teks/fenomena hingga sampai kepada komponen-komponen dasarnya, yaitu pernyataan-pernyataan/tindakan-tindakan.
2. Pengelompokan pernyataan-pernyataan/tindakan-tindakan sejenis ke dalam satu kategori
3. Identifikasi peraturan-peraturan yang mengintegrasikan berbagai kategori.
4. Identifikasi aturan-aturan dan tujuan-tujuan umum yang menguasai interaksi dan interrelasi berbagai kategori.
5. Sistematisasi himpunan aturan yang diperoleh melalui prosedur-prosedur terlebih dahulu (yaitu dengan cara menghilangkan kontradiksi) .
Mencermati proses integrasi yang disebutkan di atas, maka jurusan ilmu ekonomi Islam perlu ditempatkan kepada fakultas yang lebih sesuai. Menurut penulis, bila kemungkinan pertama yang dipilih (redefinisi ilmu ekonomi), maka jurusan ilmu ekonomi Islam sebaiknya ditempatkan di fakultas ekonomi. Tetapi sebaliknya, bila kemungkinan kedua yang dipilih (redefinisi fiqh mu’amalat), maka jurusan ilmu ekonomi Islam lebih tepat dimasukkan ke dalam fakultas syari’ah.
Namun bagaimanapun juga, porsi ilmu ekonomi dan porsi fiqh mu’amalat harus seimbang dan menjadikannya sebagai mata kuliah inti (mata kuliah keahlian). Tujuannya adalah agar para sarjana yang dihasilkan menguasai materi ilmu ekonomi secara mapan sekaligus dapat menentukan justifikasi hukum terhadap prilaku ekonomi yang sedang dilakukannya. Dengan cara demikian, alumni jurusan ekonomi Islam akan mampu bersaing dengan alumni jurusan ilmu ekonomi dari berbagai perguruan tinggi non-Islam lainnya.
PRODUKSI DAN KONSUMSI DALAM AL-QUR’AN:
APLIKASI TAFSIR EKONOMI AL-QUR’AN
Abstrak
Produksi dan konsumsi merupakan masalah problematis tetapi strategis dalam menentukan keseimbangan perekonomian. Jika pola konsumsi tinggi maka, otomatis membutuhkan produktivitas tinggi pula. Sebaliknya bila pola konsumsi rendah mengakibatkan lemahnya produksi dan distribusi, bahkan roda perekonomian. Namun tingginya pola konsumsi dan produksi dapat menyebabkan ketidakseimbangan pasar, menimbulkan penyakit-penyakit ekonomi seperti inflasi, instabilitas harga di pasaran, penimbunan bahan kebutuhkan pokok dan lain-lain. Bagaimanakah menyeimbangkan pola konsumsi dan produksi secara proporsional dalam perekonomian?
Pola konsumsi dan perilaku produksi menentukan roda perekonomian. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran, memiliki ajaran tentang konsumsi, produksi dan distribusi disamping aktivitas-aktivitas perekonomian lainnya. Di antara ayat konsumsi misalnya al-Baqarah(2): 168, al-Isra(17): 26-28, an Nahl (16): 114. Dalam ayat-ayat tersebut terkandung prinsip halal dan baik, tidak diperkenankannya perilaku berlebihan, pelit, boros, harus seimbang, proporsional dan pertanggung jawaban. Dalam al-Baqarah(2): 22, 29 an-Nahl(16): 5, 11, 65-71, Lukman (31) 20, al-Mulk (67): 15, yang merupakan ayat produksi mengandung ajaran bahwa kegiatan produksi harus memenuhi kebutuhan masyarakat, menimbulkan kemaslahatan, tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Demikian pula dalam ayat-ayat distribusi seperti al-Anfal(8): 1, al-Hasyr(59): 7, al-Hadid(57): 7, at-Taubah(9): 60 mengandung nilai larangan keras penumpukan harta benda atau barang kebutuhan pokok pada segelintir orang. Pola distribusi harus mendahulukan aspek prioritas berdasarkan need assessment.
Dengan pendekatan tafsir ekonomi al-Qur’an, pemahaman terhadap ayatayat kunci di atas diharapkan mencapai pemahaman yang proporsional tentang produksi, distribusi dan konsumsi. Sebagai sebuah metodologi baru dalam pemahaman al-Qur’an, memungkinkan sampai pada kontekstualisasi nilai-nilai ekonomi al-Qur’an dalam praktek perekonomian. Dari pemahaman itu pula diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi perilaku ekonomi baik tataran individu maupun masyarakat sehingga keseimbangan perekonomian dapat tercapai. Kasus-kasus seperti over heating pada perilaku pasar yang dipastikan melambungkan laju inflasi setiap bulan puasa dan hari Raya Idul fitri, Tahun baru, hari-hari raya dan lain-lain dapat dieliminir melalui sikap dan perilaku ekonomi masyarakat.
Produksi
Dalam ekonomi Islam, produksi mempunyai motif kemaslatan, kebutuhan dan kewajiban. Demikian pula, konsumsi. Perilaku produksi merupakan usaha seseorang atau kelompok untuk melepaskan dirinya dari kefakiran. Menurut Yusuf Qardhawi (1995), secara eksternal perilaku produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan setiap individu sehingga dapat membangun kemandirian ummat. Sedangkan motif perilakunya adalah keutamaan mencari nafkah, menjaga semua sumber daya (flora-fauna dan alam sekitar), dilakukan secara profesional (amanah & itqan) dan berusaha pada sesuatu yang halal. Karena itu dalam sebuah perusahaan misalnya, menurut M.M. Metwally asumsi-asumsi produksi, harus dilakukan untuk barang halal dengan proses produksi dan pasca produksi yang tidak menimbulkan ke-madharatan. Semua orang diberikan kebebasan untuk melakukan usaha produksi.
Berdasarkan pertimbangan kemashlahatan (altruistic considerations) itulah, menurut Muhammad Abdul Mannan , pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan pasar (given demand conditions). Kurva permintaan pasar tidak dapat memberikan data sebagai landasan bagi suatu perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kuantitas produksi. Sebaliknya dalam sistem konvensional, perusahaan diberikan kebebasan untuk berproduksi, namun cenderung terkonsentrasi pada output yang menjadi permintaan pasar (effective demand), sehingga dapat menjadikan kebutuhan riil masyarakat terabaikan.
Dari sudut pandang fungsional, produksi atau proses pabrikasi (manufacturing) merupakan suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk menciptakan suatu barang atau jasa sehingga dapat mencapai nilai tambah (value added). Dari fungsinya demikian, produksi meliputi aktivitas produksi sebagai berikut; apa yang diproduksi, berapa kuantitas produksi, kapan produksi dilakukan, mengapa suatu produk diproduksi, bagaimana proses produksi dilakukan dan siapa yang memproduksi?
Berikut akan dijelaskan sekilas mengenai ketujuh aktivitas produksi.
1. Apa yang diproduksi
Terdapat dua pertimbangan yang mendasari pilihan jenis dan macam suatu produk yang akan diproduksi; ada kebutuhan yang harus dipenuhi masyarakat(primer, sekunder, tertier) dan ada manfaat positif bagi perusahan dan masyarakat (harus memenuhi kategori etis dan ekonomi)
2. Berapa kuantitas yang diproduksi; bergantung kepada motif dan resiko
Jumlah pruduksi dipengaruhi dua faktor; intern dan ekstern; faktor intern meliputi; sarana dan prasarana yang dimiliki perusahan, faktor modal, faktor sdm, faktor sumber daya lainnya. Adapun faktor ekstern meliputi adanya jumlah kebutuhan masyarakat, kebutuhan ekonomi, market share yang dimasuki dan dikuasai, pembatasan hukum dan regulasi.
3. Kapan produksi dilakukan
Penetapan waktu produksi, apakah akan mengatasi kebutuhan eksternal atau menunggu tingkat kesiapan perusahaan.
4. Mengapa suatu produk diproduksi
a. alasan ekonomi
b. alasan sosial dan kemanusiaan
c. alasan politik
5. Dimana produksi itu dilakukan
a. kemudahan memperoleh suplier bahan dan alat-alat produksi
b. murahnya sumber-sumber ekonomi
c. akses pasar yang efektif dan efisien
d. biaya-biaya lainnya yang efisien
6. Bagaimana proses produksi dilakukan: input- proses – out put - out come
7. Siapa yang memproduksi; negara, kelompok masyarakat, indovidu
Dengan demikian masalah barang apa yang harus diproduksi (what), berapa jumlahnya (how much), bagaimana memproduksi (how), untuk siapa produksi tersebut (for whom), yang merupakan pertanyaan umum dalam teori produksi tentu saja merujuk pada motifasi-motifasi Islam dalam produksi.
Bagaimanakah, al-Qur’an memberikan landasan bagi aktivitas produksi? Secara spesifik di antara ayat-ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan sumber nilai dan pesan mengenai tema ini adalah Qs al-Baqarah(2): 22, an-Nahl(16): 5-9,10-11, 14,18, 65,66,67,68, 69,70, 80,81 al-Maidah(5): 62-64. Dari urutan surat-suratnya, dalam mushaf al-Qur’an ayat-ayat di atas terdiri atas; al-Baqarah(2): 22, QS al-Maidah(5): 62-64, an-Nahl(16): 5-9,10-11, 14,18, 65,66,67,68, 69,70, 80,81.
Adapun dari tipologi surat Makkiyah dan Madaniyah; surat an-Nahl tergolong surat Makkiyyah yaitu surat al-Qur’an yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad melakukan Hijrah ke Madinah, dan surat al-Baqarah dan termasuk golongan surat Madaniyyah. Dari pengelompokan itu, maka kita dapat memulai pembahasan dari surat an-Nahl dan kemudian membahas ayat pada surat Madaniyah yaitu surat al-Baqarah(2): 22, dan al-Maidah (5): 62-64
Qs an-Nahl(16): 5-9,
5“Dan dia Telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan.“
6“Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.
7.“ Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
8. “Dan (Dia Telah menciptakan) kuda, bigal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.
9.“ Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. dan Jikalau dia menghendaki, tentulah dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).an-Nahl(16):10-11,
10.“Dia-lah, yang Telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.
11“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
an-Nahl(16):14,
14. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.
an-Nahl(16):65- 70,
65. Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).
66.“ Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.
67. “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.
68. “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",
69. “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
70.“ Allah menciptakan kamu, Kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.
an-Nahl(16):80- 81
80. Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).
81. Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang Telah dia ciptakan, dan dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan dia jadikan bagimu Pakaian yang memeliharamu dari panas dan Pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
al-Maidah(5): 62-64,
62. Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka Telah kerjakan itu.
63. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang Telah mereka kerjakan itu.
64. Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila'nat disebabkan apa yang Telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; dia menafkahkan sebagaimana dia kehendaki. dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. dan kami Telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.
Dari paparan terjemahan dalam kedua surat di atas, dapat diambil pelajaran bahwa setelah kita sebagai pelaku ekonomi mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada di sekitar kita (dalam ayat-ayat diatas; binatang ternak, pegunungan; tanah perkebunan, lautan dengan kekayaannya, ingat lagi pandangan al-Qur’an tentang harta benda yang disebut sebagai Fadlum minallah) sebagai media untuk kehidupan di dunia ini, lalu kita diarahkan untuk melakukan kebaikan-kebaikan kepada saudara kita, kaum miskin, kaum kerabat dengan cara yang baik tanpa kikir dan boros. Pada surat al-Isra(17): 30 Allah menegaskan; Dia lah yang menjamin atau telah menyediakan rezeki untuk manusia. Di sinilah manusia tinggal berusaha secara optimal sebagai media untuk meraih rezeki itu.
Sifat ekonom muslim dengan demikian dalam perilaku produksi selayaknya mengikuti gambaran pada surat an-Nahl. Pada ayat ke lima di atas, yang mengandung makna bahwa kegiatan produksi dilakukan secara berkesinambungan tanpa melakukan kerusakan. Hal ini terlihat dari penggunaan fi’il mudhari’. Produsen muslim sama sekali sebaiknya tidak tergoda oleh kebiasaan dan perilaku ekonom-ekonom yang bersifat seperti digambarkan pada surat al-Maidah di atas yaitu menjalankan dosa, memakan harta terlarang, menyebarkan permusuhan, berlawanan dengan sunnatullah, dan menimbulkan kerusakan di muka bumi. Walau bagaimanapun, secanggih alat untuk menghitung nikmat Allah pasti tidak akan menghitungnya. Dengan demikian mengambil pelajaran dan berguru kepada alam merupakan bagian dari aplikasi syukur atas nikmat Allah yang tiada pernak terhitung itu;
18. Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan demikian, menurut Muhammad Abdul Mannan , berdasarkan pertimbangan kemashlahatan (altruistic considerations) perilaku produksi tidak hanya menyandarkan pada kondisi permintaan pasar (given demand conditions). Karena kurva permintaan pasar tidak cukup memberikan data untuk sebuah perusahaan mengambil keputusan. Dalam system konvensional, perusahaan diberikan kebebasan untuk berproduksi, namun cenderung lebih terkonsentrasi pada output yang memang menjadi permintaan pasar (effective demand), dimana kebutuhan riil dari masyarakat tidak dapat begitu saja mempengaruhi prioritas produksi sebuah perusahaan
Kurva
Produksi dalam Pasar Monopoli
Memang diakui pula bahwa dalam Islam orientasi keuntungan menjadi salah satu tujuan dari aktifitas produksi, namun rambu-rambu syariah membuat corak prilaku produksi tidak seperti yang dibangun system konvensional. Perilaku produksi yang ada pada konvensional terfokus pada maksimalisasi keuntungan (profit oriented). Boleh saja pada suatu kondisi (pada satu pilihan output dengan konsekwensi harga tertentu) oleh konvensional dinilai tidak optimal, tapi berdasarkan nilai kemashlahatan baik bagi perusahaan maupun lingkungannya (pertimbangan kebutuhan masyarakat, kemandirian negara dll), hal ini dapat di katakan optimal.
Menurut Mannan, keseimbangan output sebuah perusahaan hendaknya lebih luas, sebagai perwujudan perhatian perusahaan terhadap kondisi pasar. Pendapat ini didukung oleh M.M. Metwally, bahwa fungsi kepuasan perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh variable tingkat keuntungan (level of profits) tapi juga oleh variable pengeluaran yang bersifat charity atau good deeds. Demikian pula menurut Ghazali bahwa dalam perilaku produksi dan konsumsi bertujuan mencapai posisi muzakki dengan berusaha mendapatkan harta sebanyak yang kita mampu, namun tetap membelanjakannya di jalan Allah SWT. Ini dilakukan dengan semangat hidup hemat dan tidak bermewah-mewah. Dengan kata lain perilaku produksi dan konsumsi adalah perilaku yang bertujuan menjauhi posisi fakir, sesuai dengan peringatan Rasulullah SAW bahwa kefakiran mendekatkan manusia pada kekufuran.
Konsumsi
Terdapat empat prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam yang diisyaratkan dalam al Qur’an:
1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah (abstain from wasteful and luxurius living), yang bermakna bahwa, tindakan ekonomi diperuntukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan hidup(needs) bukan pemuasan keinginan (wants).
2. Implementasi zakat (implementation of zakat) dan mekanismenya pada tataran negara merupakan obligatory zakat system bukan voluntary zakat system. Selain zakat terdapat pula instrumen sejenis yang bersifat sukarela (voluntary) yaitu infak, shadaqah, wakaf, dan hadiah.
3. Penghapusan Riba (prohibition of riba); menjadikan system bagi hasil (profit-loss sharing) dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti sistem kredit (credit system) termasuk bunga (interest rate).
4. Menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct), jauh dari maisir dan gharar; meliputi bahan baku, proses produksi, manajemen, out put produksi hingga proses distribusi dan konsumsi harus dalam kerangka halal.
Dari empat prinsip demikian, terlihat model perilaku muslim dalam menyikapi harta. Harta bukanlah tujuan, ia hanya sekedar alat untuk menumpuk pahala demi tercapainya falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Harta merupakan pokok kehidupan (an-Nisa(4) :5) yang merupakan karunia Allah (an-Nisa(4) :32. Islam memandang segala yang ada di di atas bumi dan seisinya adalah milik Allah SWT, sehingga apa yang dimiliki manusia hanyalah amanah. Dengan nilai amanah itulah manusia dituntut untuk menyikapi harta benda untuk mendapatkannya dengan cara yang benar, proses yang benar dan pengelolaan dan pengembangan yang benar pula.
Sebaliknya dalam perspektif konvensional, harta merupakan asset yang menjadi hak pribadi. Sepanjang kepemilikan harta tidak melanggar hukum atau undang-undang, maka harta menjadi hak penuh si pemiliknya. Dengan demikian perbedaan Islam dan konvensional tentang harta, terletak pada perbedaan cara pandang. Islam cenderung melihat harta berdasarkan flow concept sedangkan konvensional memandangnya berdasarkan stock concept.
Adiwarman membahas harta, dimasukan dalam pembahasan uang dan kapital. Menurut beliau uang dalam Islam adalah public goods yang bersifat flow concept sedangkan kapital merupakan private goods yang bersifat stock concept. Sementara itu menurut konvensional uang dan kapital merupakan private goods .
Namun pada tingkatan praktis, prilaku ekonomi (economic behavior) sangat ditentukan oleh tingkat keyakinan atau keimanan seseorang atau sekelompok orang yang kemudian membentuk kecenderungan prilaku konsumsi dan produksi di pasar. Dengan demikian dapat disimpulkan tiga karakteristik perilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat keimanan sebagai asumsi.
1. Ketika keimanan ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif berkonsumsi atau berproduksi akan didominasi oleh tiga motif utama tadi; mashlahah, kebutuhan dan kewajiban.
2. Ketika keimanan ada pada tingkat yang kurang baik, maka motifnya tidak didominasi hanya oleh tiga hal tadi tapi juga kemudian akan dipengaruhi secara signifikan oleh ego, rasionalisme (materialisme) dan keinginan-keinganan yang bersifat individualistis.
3. Ketika keimanan ada pada tingkat yang buruk, maka motif berekonomi tentu saja akan didominasi oleh nilai-nilai individualistis (selfishness); ego, keinginan dan rasionalisme.
Demikian pula dalam konsumsi, Islam memposisikan sebagai bagian dari aktifitas ekonomi yang bertujuan mengumpulkan pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akherat). Motif berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah mashlahah (public interest or general human good) atas kebutuhan dan kewajiban.
Sementara itu Yusuf Qardhawi menyebutkan beberapa variabel moral dalam berkonsumsi, di antaranya; konsumsi atas alasan dan pada barang-barang yang baik (halal), berhemat, tidak bermewah-mewah, menjauhi hutang, menjauhi kebakhilan dan kekikiran. Dengan demikian aktifitas konsumsi merupakan salah satu aktifitas ekonomi manusia yang bertujuan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan kemenangan, kedamaian dan kesejahteraan akherat (falah), baik dengan membelanjakan uang atau pendapatannya untuk keperluan dirinya maupun untuk amal shaleh bagi sesamanya. Sedangkan pada perspektif konvensional, aktifitas konsumsi sangat erat kaitannya dengan maksimalisasi kepuasan (utility). Sir John R. Hicks menjelaskan tentang konsumsi dengan menggunakan parameter kepuasan melalui konsep kepuasan (utility) yang tergambar dalam kurva indifference (tingkat kepuasan yang sama). Hicks mengungkapkan bahwa individu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya melalui aktifitas konsumsi pada tingkat kepuasan yang maksimal menggunakan tingkat pendapatannya (income sebagai budget constraint).
Dalam al-Qur’an ajaran tentang konsumsi dapat diambil dari kata kulu dan isyrabu terdapat sebanyak 21 kali. Sedangkan makan dan minumlah (kulu wasyrabu) sebanyak enam kali. Jumlah ayat mengenai ajaran konsumsi, belum termasuk derivasi dari akar kata akala dan syaraba selain fi’il amar di atas sejumlah 27 kali.
Diantara ayat-ayat konsumsi dalam al-Qur’an adalah Albaqarah(2): 168, 172, 187, al-Maidah(5): 4, 88, al-An’am(6) 118, 141, 142, al-A’raf(7):31, 160, 161, al-Anfal(8): 69, an Nahl (16): 114, al-Isra(17): 26-28, Toha(20): 54, 81, al-Hajj(22): 28, 36, al-Mukminun(23): 51, Saba(34): 15, at-Tur(52): 19, al-Mulk (67): 15, al-Haqqah(69): 24, almursalat(77): 43, 46 dan lain-lain.
Dalam tulisan ini hanya akan difokuskan pada ayat-ayat berikut:
Albaqarah(2): 168,
168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
an Nahl (16): 114
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang Telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu Hanya kepada-Nya saja menyembah.
Pada kedua ayat secara tegas, terdapat prinsip halal dan baik, prinsip keiadaan mengikuti hawa nafsu, prinsip syukur dan prinsip tauhid. Dengan prinsip-prinsip demikian, maka pola konsumsi seseorang dan juga masyarakat, diarahkan kepada kebutuhan dan kewajiban berdasakan standar-standar prinsip di atas. Demikian pula, dalam ayat-ayat berikut; al-Isra(17): 26-28,
26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
28. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas. Al-A’raf,7 :31-32
31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
32. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang Mengetahui.
Pada kedua ayat di atas, terdapat prinsip menjauhkan diri dari kekikiran baik pada diri sendiri maupun terhadap orang lain. Demikian pula terdapat prinsip proporsionalitas dalam melakukan aktivitas konsumsi. Dan prinsip pertanggung jawaban dalam setiap aktivitas konsumsi. Hal ini berdasar pada ayat al-Mulk(67): 15.
Bagaimanakah, memproporsionalkan antara kebutuhan dan keinginan dalam aktivitas konsumsi? Diakui bahwa aktifitas ekonomi berawal dari kebutuhan manusia untuk terus hidup (survive) di dunia. Segala keperluan untuk bertahan untuk hidup akan sekuat tenaga diusahakan sendiri, namun ketika keperluan hidup tidak dapat dipenuhi sendiri menyebabkan adanya berbagai interaksi untuk proses pemenuhan keperluan hidup manusia. Interaksi inilah yang sebenarnya merepresentasikan interaksi permintaan dan penawaran, interaksi konsumsi dan produksi, sehingga memunculkan pasar sebagai wadah interaksi ekonomi.
Pemenuhan keperluan hidup manusia secara kualitas memiliki tahapan-tahapan pemenuhan. Berdasarkan teori Maslow, keperluan hidup berawal dari pemenuhan keperluan yang bersifat dasar (basic needs), kemudian pemenuhan keperluan hidup yang lebih tinggi kualitasnya seperti keamanan, kenyamanan dan aktualisasi. Sayang teori Maslow ini merujuk pada pola pikir individualistic-materialistik.
Dalam Islam tahapan pemenuhan keperluan hidup boleh jadi seperti yang Maslow gambarkan, namun pemuasan keperluan hidup setelah tahapan pertama (kebutuhan dasar) akan dilakukan ketika secara kolektif yaitu kebutuhan dasar masyarkat sudah pada posisi yang aman. Ketika, masyarakat sudah terpenuhi kebutuhan dasarnya, maka tidak akan ada implikasi negatif yang muncul. Dengan demikian diperlukan peran negara dalam memastikan hal ini. Di akui ada beberapa mekanisme dalam system ekonomi Islam yang tidak akan berjalan efektif jika tidak ada campur tangan negara.
Parameter kepuasan dalam ekonomi Islam bukan hanya terbatas pada benda-benda konkrit (materi), tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, seperti amal shaleh yang manusia perbuat. Kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh seorang manusia muslim ketika harapan mendapat kredit poin dari Allah SWT melalui amal shalehnya semakin besar. Pandangan ini tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna. Beliau mengungkapkan firman Allah yang mengatakan:
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS Lukman(31): 20)
Apa yang diungkapkan Hasan Al Banna, menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi Islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi Islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT.
Dari pembahasan keperluan hidup manusia, penting untuk di bahas perbedaan kebutuhan dan keinginan. Islam memiliki nilai moral yang ketat dalam memasukkan “keinginan” (wants) dalam motif aktifitas ekonomi. Mengapa? Dalam banyak ketentuan perilaku ekonomi Islam, motif “kebutuhan” (needs) lebih mendominasi dan menjadi nafas dalam roda perekonomian dan bukan keinginan.
Kebutuhan (needs) didefinisikan sebagai segala keperluan dasar manusia untuk kehidupannya. Sementara keinginan (wants) didefinisikan sebagai desire (kemauan) manusia atas segala hal. Ruang lingkup keinginan lebih luas dari kebutuhan. Contoh sederhana menggambarkan perbedaan kedua kata ini dapat dilihat dalam perilaku konsumsi pada air untuk menghilangkan dahaga. Kebutuhan seseorang untuk menghilangkan dahaga mungkin cukup dengan segelas air putih, tapi seseorang dengan kemampuan dan keinginannya dapat saja memenuhi kebutuhan itu dengan segelas wishky, yang tentu lebih mahal dan lebih memuaskan keinginan.
Namun perlu diingat bahwa konsep keperluan dasar dalam Islam sifatnya tidak statis, artinya keperluan dasar pelaku ekonomi bersifat dinamis merujuk pada tingkat ekonomi yang ada pada masyarakat. Pada tingkat ekonomi tertentu sebuah barang yang dulu dikonsumsi akibat motifasi keinginan, pada tingkat ekonomi yang lebih baik barang tersebut telah menjadi kebutuhan. Dengan demikian parameter yang membedakan definisi kebutuhan dan keinginan tidak bersifat statis, ia bergantung pada kondisi perekonomian serta ukuran kemashlahatan. Dengan standar kamashlahatan, konsumsi barang tertentu dapat saja dinilai kurang berkenan ketika sebagian besar ummat atau masyarakat dalam keadaan susah.
Dengan demikian sangat jelas terlihat bahwa perilaku ekonomi Islam tidak didominasi oleh nilai alamiah yang dimiliki oleh setiap individu. Terdapat nilai diluar diri manusia yang kemudian membentuk perilaku ekonomi. Nilai ini diyakini sebagai tuntunan utama dalam hidup dan kehidupan manusia.
Pola produksi
Kebutuhan, Keinginan dan Faktor Produksi
Kebutuhan Versus Keinginan
Aktivitas ekonomi memang berawal dari kebutuhan fisik manusia untuk dapat terus hidup (survive) di dunia ini. Segala keperluan untuk bertahan hidup akan sekuat tenaga diusahakan sendiri, namun ketika keperluan untuk hidup itu tidak dapat dipenuhi sendiri dan kehidupan manusia memang tidak bersifat individual tapi social (kolektif), maka terjadilah interaksi pemenuhan keperluan hidup diantara para manusia. Interaksi inilah yang sebenarnya merepresentasikan interaksi permintaan dan penawaran, interaksi konsumsi dan produksi, sehingga muncullah pasar sebag
ai wadah interaksi ekonomi ini.
Pemenuhan keperluan hidup manusia ini secara kualitas memiliki tahapan-tahapan pemenuhan. Berdasarkan teori Maslow, keperluan hidup itu berawal dari pemenuhan keperluan hidup yang bersifat kebutuhan dasar (basic needs), kemudian pemenuhan keperluan hidup yang lebih tinggi kualitasnya seperti keamanan, kenyamanan dan aktualisasi. Namun perlu dipahami bahwa teori Maslow ini jelas merujuk pada pola pikir konvensional yang menggunakan perspektif individualistic-materialistik.Sementara dalam Islam tahapan pemenuhan keperluan hidup dari seseorang atau individu boleh jadi memang seperti yang Maslow gambarkan, tapi perlu dijelaskan lebih detil bahwa pemuasan keperluan hidup setelah tahapan pertama (pemenuhan kebutuhan dasar) akan dilakukan ketika memang secara kolektif keperluan kebutuhan dasar tadi sudah pada posisi yang aman. Artinya masyarakat luas (umat) sudah terpenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga tidak akan ada implikasi negatif yang nanti muncul akibat pemenuhan kebutuhan dasar kolektif tadi yang belum sempurna terwujud. Jadi diperlukan peran suatu otoritas atau negara dalam memastikan itu semua. Seperti yang nanti dijelaskan dalam bab selanjutnya, bahwa memang ada beberapa mekanisme dalam sistem ekonomi Islam yang tidak akan berjalan efektif jika tidak ada campur tangan Negara
Selain itu perlu dipahami juga bahwa parameter kepuasan Islam bukan hanya terbatas pada benda-benda konkrit (materi), tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, seperti amal shaleh yang manusia perbuat. Atau dengan kata lain, bahwa kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh seorang manusia muslim ketika harapan mendapat kredit poin (pahala) dari Allah SWT melalui amal shalehnya semakin besar. Pandangan ini tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna.[1] Beliau mengungkapkan firman Allah yang mengatakan:“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS. Lukman: 20)
Apa yang diungkapkan oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi Islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi Islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT
Umer Chapra (2000) mencoba menjelaskan maksud Imam Al Ghazali dalam mendefinisikan fungsi syariah dalam Islam. Al Ghazali mendefinisikan bahwa fungsi Syariah adalah untuk mensejahterakan seluruh manusia melalui perlindungan agama, diri manusia, akal, keturunan dan harta. Chapra menyimpulkan bahwa dengan memasukkan jiwa manusia, akal dan keturunan di dalam model-model ekonomi, adalah mungkin untuk menciptakan kepuasan yang seimbang dari berbagai kebutuhan manusia.
Dari pembahasan keperluan hidup manusia dan tahapannya tadi, sebenarnya juga penting untuk di bahas apa perbedaan kebutuhan dan keinginan yang dalam perekonomian Islam mendapat perhatian tidak kurang besarnya. Karena kedua motif tadi akan dengan signifikan membedakan corak atau karakteristik aktivitas ekonomi.
Islam memiliki nilai moral yang begitu ketat dalam memasukkan “keinginan” (wants) dalam motif aktivitas ekonomi. Mengapa? Dalam banyak ketentuan prilaku ekonomi Islam, dominasi motif “kebutuhan” (needs) menjadi nafas dalam perekonomian bernilai moral Islam ini, bukan keinginan. Apa perbedaan dan konsekwensinya?
Kebutuhan (needs) lebih didefinisikan sebagai segala keperluan dasar manusia untuk kehidupannya. Sementara keinginan (wants) didefinisikan sebagai desire (kemauan)[2] manusia atas segala hal. Jadi ruang lingkup definisi keinginan akan lebih luas dari definisi kebutuhan. Contoh sederhana dalam menggambarkan perbedaan kedua kata ini dapat dilihat dalam konsumsi manusia pada air untuk menghilangkan dahaga. Kebutuhan seseorang untuk menghilangkan dahaga mungkin akan cukup dengan segelas air putih, tapi seseorang dengan kemampuan dan keinginannya dapat saja memenuhi kebutuhan itu dengan segelas wishky, yang tentu lebih mahal dan lebih memuaskan keinginan.
Memang diakui bahwa perbedaan keinginan dan kebutuhan begitu relative diantara satu manusia dengan manusia lain. Salah satu factor yang cukup menentukan dalam membedakan keduanya adalah menilai keduanya menggunakan perspektif kolektifitas (kebersamaan atau kejama’ahan). Dan inilah yang sebenarnya parameter umum yang harus digunakan dalam menilai sebuah kemanfaatan dari sesuatu termasuk mengidentifikasi perbedaan antara keinginan dan kebutuhan. Dengan kebersamaan kita dapat menilai seperti apa keadaan lingkungan manusia di sekitar kita, sehingga dengan sangat mudah kita dapat menentukan apakah tindakan kita itu mencerminkan kebutuhan atau keinginan.
Namun perlu juga diingat bahwa konsep keperluan dasar dalam Islam ini sifatnya tidak statis, artinya keperluan dasar pelaku ekonomi bersifat dinamis merujuk pada tingkat ekonomi yang ada pada masyarakat. Sehingga dapat saja pada tingkat ekonomi tertentu sebuah barang yang dulu lebih dikonsumsi akibat motifasi keinginan, pada tingkat ekonomi yang lebih baik barang tersebut telah menjadi kebutuhan. Jadi parameter yang membedakan definisi kebutuhan dan keinginan ini (sekali lagi) tidak statis, ia bergantung pada kondisi perekonomian serta ukuran kemashlahatan. Dengan standar kamashlahatan konsumsi barang tertentu dapat saja dinilai kurang berkenan ketika sebagian besar ummat atau masyarakat dalam keadaan susah.
Dengan demikian sangat jelas terlihat bahwa prilaku ekonomi Islam tidak didominasi oleh nilai alamiah yang dimiliki oleh setiap individu manusia, ada nilai diluar diri manusia yang kemudian membentuk prilaku ekonomi mereka. Dan nilai tersebut adalah Islam itu sendiri, yang diyakini sebagai tuntunan utama dalam hidup dan kehidupan manusia. Jadi berkaitan dengan variabel keinginan dan kebutuhan ini, Islam sebenarnya cenderung mendorong keinginan pelaku ekonomi sama dengan kebutuhannya. Dengan segala nilai dan norma yang ada dalam akidah dan akhlak Islam peleburan atau asimilasi keinginan dan kebutuhan dimungkinkan untuk terjadi.
Peleburan keinginan dengan kebutuhan dalam diri manusia Islam terjadi melalui pemahaman dan pengamalan akidah dan akhlak yang baik (Islamic norms). Sehinggaketika asimilasi itu terjadi, maka terbentuklah pribadi-pribadi muslim (homo-islamicus) yang kemudian menentukan prilaku ekonominya yang orisinil yang bersumber dari Islam. Dan secara simultan otomatis ekonomi tentu akan mengkristal menjadi sistem yang jelas berbeda dengan sistem ekonomi yang telah eksis saat ini
Iman & Kepuasan
Apa hubungan iman dan ekonomi? boleh jadi ini kunci ekonomi dalam Islam. Bahkan tingkat perbedaan konsep ekonomi Islam dengan konsep-konsep lain ditentukan seberapa besar tingkat keimanan kolektif pelaku yang mengakomodasi aplikasi ekonomi Islam.
Keimanan pada dasarnya mencerminkan kepatuhan manusia pada nilai-nilai dan ketentuan Islam. Keimanan akan membentuk corak inisiatif, motif, preferensi dan mekanisme pelaksanaan prinsip-prinsip berekonomi secara Islam. Keimananlah yang menentukan seperti apa seseorang memperlakukan pendapatannya. Keimanan juga yang membentuk preferensi konsumsi, produksi, investasi atau prilaku sosial.
Dengan begitu, keimanan juga akan membentuk besaran-besaran ekonomi yang ada dalam perekonomian. Korelasi positif yang terjadi antara besaran ekonomi tersebut dengan keimanan kemudian menjadi besaran yang dapat dijadikan ukuran atau standard pencapaian ekonomi, sehingga ekonomi sebagai alat pencapaian kesejahteraan bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat, selaras dengan aktifitas-aktifitas ibadah lain yang telah lazim dikenal dalam agama (Islam). atau dengan makna lain, bahwa ekonomi pada level itu tidak lagi bisa dibedakan dengan agama, karena memang ekonomi adalah salah satu piranti praktis dari agama. Wallahu a'lam bishawab.
MANAJEMEN KONSUMSI
Perbedaan antara ilmu ekonomi modern dan ilmu ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi modern. Etika Ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan material yang luar biasa sekarang ini, untuk menghasilkan energi manusia dalam mengejar cita-cita spiritualnya.
Berdasarkan hal diatas, Islam menciptakan manajemen konsumsi dalam 5 prinsip yang mudah untuk diamalkan :
Prinsip pertama adalah prinsip keadilan. “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi” (Qs al-Baqarah,2 : 169). Keadilan yang dimaksud adalah mengkonsumsi sesuatu yang halal (tidak haram) dan baik (tidak membahayakan tubuh). Allah mengharamkan darah, daging binatang yang telah mati sendiri dan daging babi (Qs al-Baqarah,2:173) karena berbaya bagi tubuh. Allah mengharamkan daging binatang yang ketika di sembelih diserukan nama selain Allah dengan maksud dipersembahkan sebagai kurban untuk menyembah berhala dan persembahan bagi orang-orang yang dianggap suci atau siapapun selaian Allah (Qs al-Baqarah, 2 : 54) karena berbahaya bagi moral dan spiritual karena hal-hal ini sama dengan mempersekutukan Tuhan. Kelonggaran diberikan bagi orang yang terpaksa, dan bagi orang yang suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh memakan makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja.
Prinsip kedua adalah prinsip kebersihan. “Makanan diberkahi jika kita mencuci tangan sebelum dan setelah memakannya” (HR Tarmidzi). Prinsip kebersihan ini bermakna makanan yang dimakan harus baik, tidak kotor dan menjijikkan sehingga merusak selera. Nabi juga mengajarkan agar tidak meniup makanan:”Bila salah seorang dari kalian minum, janganlah meniup ke dalam gelas” (HR Bukhari).
Prinsip ketiga adalah prinsip kesederhanaan. Kesederhanaan ini bermakna tidak berlebih-lebihan. “Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Qs al-A’raf, 7 : 31). Arti penting ayat-ayat ini adalah bahwa kurang makan dapat mempengeruhi jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi dengan berlebih-lebihan tentu akan berpengaruh pada perut.
Prinsip keempat adalah Prinsip kemurahan hati. Allah dengan kemurahan hati-Nya menyediakan makanan dan minuman untuk manusia (Qs al-Maidah, 5:96). Maka sifat konsumsi manusia juga harus dilandasi dengan kemurahan hati. Maksudnya , jika memang masih banyak orang yang kekurangan makanan dan minuman maka hendaklah kita sisihkan makanan yang ada pada kita kemudian kita berikan kepada mereka yang sangat membutuhkannya.Prinsip terakhir adalah prinsip moralitas. Allah memberikan makanan dan minuman untuk keberlangsungan hidup umat manusia agar dapat meningkatkan nilai-nilai moral dan spiritual. Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terimakasih setelah makan.
Dengan demikian, ia akan merasa kehadiran Ilahi sewaktu memenuhi kebutuhan fisiknya. Insya Allah, jika Kita ummat Islam memegang erat-erat prinsip-prinsip manajemen konsumsi ini, maka terhadap arus konsumerisme yang tengah melanda dahsyat, kita dapat menantangnya dengan mengatakan “ Siapa takut !”
Investasi, Simpanan Dan Distribusi
Memahami Sukuk sebagai Pilihan Baru Investasi Syariah
Pemerintah Indonesia, beberapa waktu lalu, disarankan beberapa lembaga keuangan internasional, untuk menerbitkan sukuk atau obligasi syariah, dan dijual kepada para investor khususnya di Timur Tengah. Apalagi sudah ada perusahaan swasta, PT Matahari, yang diberitakan sudah menerbitkan sukuk al-ijarah senilai Rp 100 miliar. Ini menarik karena sukuk dipandang dari sisi produk baru investasi syariah, mulai banyak diterbitkan di sejumlah negara dan diminati investor Timur Tengah.
Pada prinsipnya sukuk atau obligasi syariah adalah surat berharga sebagai instrumen investasi yang diterbitkan berdasar suatu transaksi atau akad syariah yang melandasinya (underlying transaction), yang dapat berupa ijarah (sewa), mudharabah (bagi-hasil), musyarakah atau yang lain. Sukuk yang sekarang sudah banyak diterbitkan adalah berdasar akad sewa (sukuk al-ijarah), dimana hasil investasi berasal dan dikaitkan dengan arus pembayaran sewa aset tersebut. Meskipun demikian, sukuk dapat pula diterbitkan berdasar akad syariah yang lain.
Penerbitan instrumen investasi ini dapat dipandang sebagai inovasi baru dalam keuangan syariah dan salah satu jawaban atas diharamkannya riba dan dihalalkannya jual-beli dalam Islam (QS 2:275). Sukuk bukan instrumen utang piutang dengan bunga (riba), seperti obligasi yang kita kenal dalam keuangan konvensional, tetapi sebagai instrumen investasi. Sukuk diterbitkan dengan suatu underlying asset dengan prinsip syariah yang jelas.
Bagi investor Timur Tengah, besarnya minat untuk membeli sukuk dapat dijelaskan dari dua hal. Pertama, karena instrumen ini dinilai dapat memenuhi pinsip-prinsip syariah dalam investasi, yang selama ini masih relatif terbatas jenis produk dan transaksinya. Bagi investor Timur Tengah akan lebih mudah berinvestasi dalam instrumen keuangan seperti ini dibanding dengan harus melakukan investasi langsung misalnya dalam bentuk penyertaan di suatu perusahaan. Kedua, dengan menurunnya harga saham dan hasil investasi di pasar keuangan barat, yang diikuti dengan meningkatnya sentimen anti Amerika Serikat dan dunia barat sejak September 2001, banyak investor Timur Tengah yang mulai melirik berinvestasi di negara-negara khususnya yang mayoritas penduduknya muslim seperti di Indonesia. Diperkirakan investor Timur Tengah menginvestasikan lebih dari 1,2 triliun dolar AS di pasar keuangan internasional, utamanya di Amerika dan Eropa.
Bagi lembaga penerbitnya, baik pemerintah atau perusahaan, sukuk dapat digunakan sebagai alternatif sumber pembiayaan di samping penerbitan saham, obligasi atau pinjaman dari bank. Dengan demikian, kesempatan untuk meningkatkan usaha dan kegiatan ekonomi dapat terdukung.
Bagi pemerintah, sukuk dapat digunakan untuk pembiayaan berbagai proyek infrastruktur dan proyek lain untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penerbitan sukuk juga memungkinkan untuk dapat meningkatkan arus investasi dari Timur Tengah yang diyakini dalam jumlah besar dan selama ini relatif belum dimanfaatkan. Lebih dari itu, penerbitan instrumen ini juga mendukung pengembangan produk dan operasi keuangan yang berbasis syariah yang sedang ditingkatkan di Indonesia.
Berawal dari akad syariah
Penerbitan sukuk al-ijarah biasanya dimulai dari suatu akad jual beli aset (misalnya gedung dan tanah) oleh pemerintah atau perusahaan kepada suatu perusahaan yang ditunjuk, misalnya PT X, untuk suatu jangka waktu tertentu dengan janji membeli kembali setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Akad jual beli ini pada saat bersamaan diikuti dengan akad penyewaan kembali aset tersebut oleh PT X kepada pemerintah atau perusahaan selama jangka waktu tersebut. Dengan demikian, akad ini tidak mengubah pemanfaatan terhadap aset tersebut. Dalam istilah keuangan, transaksi seperti ini dikenal dengan back-to-back lease, dan untuk itu PT X diperlukan sebagai Special Purpose Vehicle (SPV), yaitu perusahaan yang khusus didirikan dalam penerbitan sukuk ini.
Dengan adanya sewa menyewa aset tersebut sebagai transaksi yang mendasarinya, penerbitan suatu instrumen investasi berbasis syariah dapat dimungkinkan. Dengan bantuan suatu lembaga keuangan internasional yang profesional sebagai arranger dan mungkin sekaligus underwriter, sukuk al-ijarah dapat diterbitkan oleh PT X kepada para investor yang meminati instrumen investasi syariah, khususnya dari Timur Tengah.
Setelah diterbitkan di pasar perdana, sukuk tersebut juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder sebagai layaknya instrumen investasi. Hasil investasi yang diperoleh investor berasal dari pembayaran sewa oleh pemerintah/perusahaan kepada PT X tersebut. Tentunya dalam menentukan besarnya sewa dan hasil investasi tersebut ada kandungan bagi-hasil yang telah ditentukan sesuai dengan kondisi pasar. Secara sederhana proses penerbitan sukuk al-ijarah seperti terlihat dalam skema.
Proses penerbitan sukuk jenis lain hampir serupa. Bedanya pada akad syariah yang mendasarinya. Sebagai contoh, sukuk al-mudharabah diterbitkan berdasarkan suatu transaksi atau proyek investasi bagi-hasil yang sedang atau akan dilakukan. Obligasi syariah PT Indosat yang telah diterbitkan sebelumnya dapat diklasifikasikan sebagai sukuk jenis ini.
Kelebihan dan kekurangan
Salah satu pertanyaan yang muncul dan dipertimbangkan pemerintah atau perusahaan adalah apa kelebihan dan kekurangan sukuk tersebut dibanding obligasi konvensional atau surat utang lainnya. Bagi pemerintah, misalnya, keberhasilan penerbitan obligasi 1 miliar dolar AS di pasar internasional beberapa waktu yang lalu menunjukkan masih besarnya minat investor internasional untuk investasi dengan hasil pasti dan relatif kecil risikonya.
Juga penerbitan obligasi konvensional ini dapat dilakukan langsung oleh pemerintah, dengan bantuan lembaga keuangan internasional tentunya, tanpa harus menciptakan transaksi back-to back lease seperti pada sukuk al-ijarah dan pembentukan PT sebagai SPV tersebut.
Untuk kasus Indonesia, bagi pemerintah penciptaan underlying transaction yang mendasari penerbitan sukuk al-ijarah ini nampaknya masih memerlukan prosedur tertentu, misalnya persetujuan DPR untuk penjualan aset negara dan penciptaan back-to-back lease dalam jangka waktu tertentu tersebut. Bagi perusahaan swasta, seperti PT Matahari, hal seperti ini nampaknya tidak menjadi masalah.
Permasalahannya adalah bahwa instrumen obligasi konvensional seperti yang diterbitkan pemerintah tersebut tidak bisa dipasarkan kepada investor Timur Tengah yang menginginkan instrumen investasi berbasis syariah. Padahal minat dan potensi investasi yang dapat digali dari para investor Timur Tengah ini cukup besar. Di sinilah arti penting penerbitan sukuk sebagai produk baru investasi syariah.
Selain itu, penciptaan back-to back lease pada sukuk al-ijarah tersebut bersifat sementara dan akan berakhir dengan selesainya jangka waktu penerbitan sukuk tersebut. Pada dasarnya kepemilikan atas aset tersebut masih berada di di tangan pemerintah sepanjang pembayaran kembali investasi sukuk kepada investor tersebut berjalan lancar, suatu hal yang selama ini telah menjadi komitmen pemerintah. Penerbitan sukuk al-ijarah tersebut juga tidak mengubah pemanfaatan aset yang bersangkutan.
Gambaran diatas menunjukkan penerbitan sukuk sebagai produk baru investasi syariah, menjadi pilihan banyak negara. Bagaimana di Indonesia? Dari sisi prinsip syariah, fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) mengenai sukuk, sukuk al-mudharabah, dan sukuk-al ijarah sudah ada. Fatwa ini yang antara lain melandasi diterbitkannya sukuk al-mudharabah PT Indosat dan sukuk al-ijarah PT Matahari di atas. Apakah akan diterbitkan juga oleh pemerintah, kita tunggu kemauan politik dan tindak lanjut kebijakan pemerintah untuk mengkaji penerapan instrumen investasi syariah seperti ini di Indonesia.
Yang jelas, pengembangan produk perbankan dan keuangan syariah memerlukan dukungan dan komitmen dari semua pihak, Pemerintah, DSN, DPR maupun umat Islam pada umumnya. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tentunya pengembangan perbankan dan keuangan syariah diperlukan dan sekaligus diharapkan mampu mengejar ketinggalan dari negara-negara lain yang sudah lebih dahulu melakukannya. Pandangan dalam tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis, dan tidak mencerminkan pendapat BI.
Fiqih Zakat Kontemporer
Islam adalah agama yang memiliki ciri khas dan karakter “Tsabat wa Tathowur” berkembang dalam frame yang konsisten, artinya Islam tidak menghalangi adanya perkembangan-perkembangan baru selama hal tersebut dalam kerangka atau farme yang konsisten.
Hukum halal dan haram adalah merupakan hal yang konsisten dalam Islam, tidak dapat dirubah, tetapi sarana untuk mencapai sesuatu misalnya dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan zaman. Demikian pula hal-hal yang tidak dirinci oleh Islam, yang hanya diterangkan secara global dapat menjadi pintu masuk untuk inovasi pengembangan pelaksanaanya selama masih dalam kontek tidak melanggar syariat.
Dengan semakin pesatnya perkembangan keilmuan yang diiringi dengan perkembangan teknologi dan ekonomi dengan ragam dan coraknya, maka perkembangan kehidupan saat ini tidak dapat disamakan dengan kehidupan zaman sebelum masehi atau di zaman Rasulullah saw dan generasi setelahnya. Tetapi subtansi kehidupaan tentunya tidak akan terlalu jauh berbeda. Kegiatan ekonomi misalnya, diera manapun jelas akan selalu ada, yang berbeda adalah bentuk dan corak kegiatannya, karena subtansinya dari kegiatan tersebut adalah bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di zaman Rasulullah saw kegiatan ekonomi yang ada mungkin simpel-simpel saja, ada sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Saat ini ketiga sektor tersebut tetap ada, tapi dengan corak yang berbeda tentunya dengan apa yang dialami oleh Rasulullah saw. Dalam sektor trading atau perdagangan misalnya, akad-akad (model-model transaksi) yang dipraktekkan sekarang sangat banyak sekali sesuai dengan kemajuan teknologi.
Dengan semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang kewajiban zakatpun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut perlu difahami oleh para pengelola zakat dan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini
Dr Yusuf Qordhowi yang sampai saat ini karyanya mengenai fiqh zakat belum ada yang bisa menandinginya, menyatakan bahwa mensikapi perkembangan perekonomian yang begitu pesatnya, diharapkan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pengelola zakat khususnya lembaga-lembaganya, yaitu berpedoman pada kaidah perluasan cakupan terhadap harta yang wajib dizakati, sekalipun tidak ada nash yang pasti dari syariah, tetapi berpedoman pada dalil yang umum. (Qordhowi, 1994, 15)
Ikatan-Ikatan Syar’iyyah Dalam Fiqh Zakat Kontemporer Dr Yusuf Qordhowi menyatakan bahwa; sedikitnya ada beberapa faktor yang mendasari keberhasilan suatu lembaga pengelolaan zakat :
Memperluas cakupan harta wajib zakat dengan dalil umum, sebagai strategi dalam “fundraising” (penghimpunan dana) yang hal tersebut mencakup harta yang nampak “Dhohiroh” dan yang tidak nampak “bathinah”
Manajemen yang profesional
Distribusi yang baik.erangkat dari pemahaman point pertama, maka kita menyaksikan perbedaan yang jauh antara pemikiran ulama-ulama klasik dengan ulama kontenporer mengenai harta yang wajib dizakati.
Pada umumnya ulama-ulama klasik mengkatagorikan bahwa harta yang kena zakat adalah : binatang ternak, emas dan perak, barang dagangan, harta galian dan yang terakhir adalah hasil pertanian. Tetapi dalam ijtihad kontenporer yang saat ini salah satunya diwakili oleh bukunya Dr Yusuf Qordhowi, beliau merinci banyak sekali model-model harta kekayaan yang kena zakat, sebanyak model dan bentuk kekayaan yang lahir dari semakin kompleknya kegiatan perekonomian.
Dr Qordhowi membagi katagori zakat kedalam sembilan katagori; zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian meliputi tanah pertaanian, zakat madu dan produksi hewani, zakat barang tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain, zakat pencarian, jasa dan profesi dan zakat saham serta obligasi.
Dari sisi jumlah katagori, kita akan dapatkan bahwa hasil ijtihad fiqh zakat kontemporer jumlanya hampir dua kali lipat katagori harta wajib zakat yang telah diklasifikasikan oleh para ulama klasik. Katagori baru yang terdapat pada buku tersebut adalah , zakat madu dan produksi hewani, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain. Zakan pencarian dan profesi serta zakat saham dan obligasi. Bahkan Dr Yusuf Qordhowi juga menambah dengan zakat hasil laut yang meliputi mutiara ambar dan lain-lain. (Dr Sofwan Idris, 1997, 155)
Dr Mundzir Qohf yang merupakan salah seorang pakar ekonomi Islam mengungkapkan hal senada bahwa : Ajaran Islam dengan rinci telah menentukan, syarat katagori harta yang harus dikeluarkan zakatnya, lengkap dengan tarifnya. Maka dengan ketentuan yang jelas tersebut tidak ada hal bagi pemerintah (pengelola zakat) untuk merubah tarif yang telah ditentukan. Akan tetapi pemerintah (Pengelola Zakat) dapat mengadakan perubahan dalam struktur harta yang wajib dizakati dengan berpegang pada nash-nash umum yang ada dan pemahaman terhadap realita modern.(Mundzir Qohf, 1999, 37)
Kaidah yang digunakan oleh ulama kontenporer dalam memperluas katagori harta wajib zakat adalah, bersandar pada dalil-dalil umum, disamping berpegang pada syarat harta wajib zakat yaitu tumbuh dan berkembang. Baik tumbuh dan berkembang melalui usaha atau berdasarkan pada dzat harta tersebut yang berkembang.
Dalam zaman modern ini yang ditumbuhkan dan dikembangkan untuk memperoleh hasil yang memiliki nilai ekonomis yang luar biasa memang banyak sekali, manusia bukan hanya mampu mengekploitasi potensi eksternal dirinya tapi manusia modern dapat juga mengekploitasi potensi yang ada dalam dirinya untuk dikembangkan dan diambil hasilnya dan kemudian mengambil untung dari keahliannya tersebutseperti para dokter, pengacara, dosen dst.
Nampaknya berdasarkan definisi inilah maka ijtihad kontenporer khususnya Dr Yusuf Qordhowi mengembangkan empat katagori baru pada katagori harta yang wajib dizakati. Dan semua katagori baru yang muncul dapat dilihat relevansinya dengan kontek ekonomi modern. (Dr Sofwan Idris, 1997, 156)Peran kemajuan teknologi juga turut berperan dalam mengembang tumbuhkan harta kekayaan, maka barang-barang yang diproduksi melalui proses teknologi tersebut juga tidak dapat luput dari kewajiban zakat, baik hal tersebut berupa produk pertanian ataupun produk peternakan.
Yang perlu dicatat bahwa ijtihad-ijtihad kotemporer mengenai zakat yang muncul sekarang ini pada dasarnya tetap berpedoman pada karya-karya klasik dan pada nash-nash yang ada bukan merupakan ijtihad yang tanpa dasar. Hal tersebut dapat kita lihat pada pembukaan buku fiqh zakat Dr Qordhowi yang menjelaskan rujukan-rujukan yang digunakannya dalam ijtihadnya.
Dalam menyongsong pemberlakuan UU NO 38 th 1999 mengenai pengelolaan zakat dan UU NO 17 th 2000 mengenai pajak penghasilan, kita diharapkan tidak kaku dalam menilai masalah zakat, karena kekakuan atau kefanatismean kita hanya mau menggunakan satu madzhab fiqh misalnya, justru akan cukup menghambat teralisasinya tujuan-tujuan disyariatkannya zakat yang memiliki dimensi ekonomi dan sosial. Ruh ketidak kakuan dan menerima ijtihad-ijtihad kontemporer yang berdasar pada kaidah-kaidah umum Islam inilah yang akan semakin mendorong keefektifan pengelolaan zakat, dan bahkan akan melahirkan Undang-undang zakat tambahan yang bukan hanya mengurus para pengelonya saja tetapi merumuskan harta-harta yang terkena zakat.
Dalam Ibadah Zakat Terdapat Bekal
Zakat sesuai dengan namanya merupakan penyuci jiwa; ia membebaskannya dari daya tarik dunia dan mensucikannya dari kotoran serta dosa. Allah SWT menegaskan hal itu dalam firman-Nya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At Taubah:103)
Sedang kebersihan jiwa dan kesucian batin merupakan sebaik-bauk bekal dan keberuntungan yang besar. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy Syams: 9-10)
Zakat, Infaq dan Shadaqah secara umum merupakan ibadah yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah dan pada waktu yang bersamaan merupakan bekal rohani dan proses tarbiyah yang amat penting. Fitrah manusia mencintai harta dan ingin memiliki. Al Qur’an telah menegaskan hal itu: “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (Al-Fajr:20)
Dan dalam hadist Rasulullah saw juga disebutkan yang kira-kira maknanya adalah, “Andaikan anak adam (manusia) memiliki satu lembah emas, tentu ia akan mengharap memiliki satu lembah lagi selainnya, tiada yang dapat menyumpal (keinginan) matanya itu kecuali tanah”.
Secara fitrah manusia itu cenderung kikir: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan ia amat kikir.” (Al Ma’arij:19-21) “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al Hasyr:9)
Karenanya kita melihat banyak manusia yang mabuk kepayang dengan kekayaan dunia, saling memperebutkannya, berperang karenanya, egois, dendam, saling membenci, iri hati, dan rakus yang sampai setingkat hewan. Itu semua akan nampak di masyarakat yang kosong dari nilai-nilai keimanan.
Islam yang agung ini mendidik kecenderungan tersebut, mensucikan jiwa kaum muslimin dan meluruskan hubungan mereka dengan harta dan kekayaan dunia. Islam mengajarkan pada orang yang beriman bahwa harta yang ada ditangannya itu adalah titipan Allah, harta kenikmatan yang tidak abadi yang seharusnya digunakan untuk menunaikan risalahnya dalam hidup ini; yaitu beribadah kepada Allah, dan bahwa Allah-lah yang membagi rizki di antara manusia dengan berbagai dasar dan kebijaksanaan serta Ilmu-Nya.
Islam telah mengatur distribusi harta di antara manusia dengan cara yang belum ada duanya, hingga dapat mewujudkan kehidupan yang baik dan mulia, sunyi dari kebencian, permusuhan, kedengkian dan permusuhan; diliputi perasaan saling cinta, mengutamakan orang lain, qana’ah, kasih sayang dan belas kasihan dengan sesama.
Islam telah menetapkaan sangsi berat bagi orang yang dikuasai oleh nafsunya hingga menzalimi hak orang lain. Juga mengatur cara mencari harta dan cara membelanjakannya; yaitu dengan cara yang halal.
Mengeluarkaan zakat, infaq dan shadaqah di jalan Allah merupakan upaya mendidik, menundukkan, dan melatih jiwa untuk mengalahkan kecintaan terhadap harta dan ketergantungan dengannya, serta menganjurkannya untuk mengasihi orang-orang fakir dan yang membutuhkan bantuan. Juga menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap masalah-masalah umat Islam, negara Islam dan perjuangan di jalan Allah. Ini semua dapat mempengaruhi pembentukan pribadi muslim yang benar dan integral. Alangkah butuhnya orang-orang yang beriman pada kepribadian itu.
Orang yang melaksanakan perintah Allah untuk mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah di jalan-Nya merasa bahwa harta yang dimiliki pada hakikatnya adalah milik Allah. Karenanya, ia menggunakannya sejalan dengan perintah dan ajaran pemiliknya; tidak halal baginya mengumpulkan dan membelanjakan harta dengan cara menyimpang dari aturan-aturan-Nya.
Orang yang beriman memandang bahwa harta merupakan sarana yang digunakan untuk mentaati Allah dan mengumpulkan harta bukanlah tujuan akhir. Dengan begitu, harta akan berada di tangan kita untuk digunakan dan dimanfaatkan, bukan di dalam hati; menguasainya, mensihirnya dan memanfaatkan diri kita untuk mengumpulkan, menjaga dan membanggakannya, sehingga harta menjadi kesibukan kita satu-satunya.“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (At Takasur:1-2)“Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam neraka Huthamah.” (Al Humazah: 1-4).
Jam Berapa ?
Tentangku
Category
- Agama (4)
- Economi (2)
- Humaniora (2)
- Perbankan (2)
- Perbankan Syari'a (1)
- Puisi Indah (1)